Senin, 22 Februari 2010

“APAKAH ADA HUBUNGAN ANTARA PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI USIA 4 - 6 BULAN?”

“APAKAH ADA HUBUNGAN ANTARA PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN
KEJADIAN DIARE PADA BAYI USIA 4 - 6 BULAN?”

Kejadian seperti ini terjadi lagi. Lagi-lagi karena minimnya pengetahuan para ibu muda yang awam mengenai perawatan bayi.
Sungguh disayangkan seorang ibu yang akan memiliki seorang bayi tidak tahu apa yang seharusnya ia lakukan untuk menciptakan penerus bangsa secara optimal.
Kasus seperti diare pada bayi masih dianggap sepele, sehingga mereka tidak menghiraukan kadar cairan dalam tubuh sang bayi yang semakin berkurang. Mereka pun tidak menghiraukan kadar asupan gizi yang masuk ketubuh mereka yang pada akhirnya akan diserap oleh anak balita mereka melalui air susu ibu (ASI).
PERLU DIKETAHUI :

Pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif pada bayi umur 0-6 bulan sangat berpengaruh terhadap frekuensi kejadian diare. Berdasarkan hasil pengamatan praktik lapangan, bayi yang mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan pertama frekuensi terkena diare sangat kecil bahkan mulai minggu ke-4 sampai bulan ke-6. Keadaan ini menggambarkan seluruh produk ASI dapat terserap oleh system pencernaan bayi. Menurut survey pemberantasan penyakit diare tahun 2000 bahwa angka kesakitan atau insiden diare terdapat 301 per 1000 penduduk di Indonesia.

Angka kesakitan diare pada balita adalah 1,0 - 1,5 kali per tahun. Menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Depkes RI tahun 2000, bahwa 10% penyebab kematian bayi adalah diare. Data statistik menunjukkan bahwa setiap tahun diare menyerang 50 juta penduduk Indonesia dan dua pertiganya adalah bayi dengan korban meninggal sekitar 600.000 jiwa (Widjaja, 2002).

Diare merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian anak terutama di negara berkembang, dengan prakiraan sekitar 1,5 milyar episode dan 1,5 - 2,5 juta kematian tiap tahun. Sekitar 85% kematian yang berhubungan dengan diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan (Misnadiarly, 1995) Menurut laporan Dep.Kes RI, di Indonesia setiap anak mengalami episode diare 1,6 – 2 kali setahun (Dwipoerwantoro, 2003). Di bangsal gastroenterologi unit anak RSCM, FKUI angka kematian dengan penyakit diare sebanyak 20,3%. Angka kejadian dan kematian diare pada anak-anak di negara-negara
berkembang masih sangat tinggi, lebih-lebih pada anak-anak yang tidak mendapat ASI. Hal ini disebabkan adanya faktor-faktor nutrisi maupun non nutrisi pada ASI yaitu selain nilai gizi ASI yang tinggi juga di dalam ASI mengadung antibodi. Sel-sel darah putih, enzim, hormon, dan lain-lain (Suharjo,1992) .

Di bagian ilmu kesehatan anak FKUI/RSCM diare didefinisikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya. Hal ini banyak disebabkan oleh berbagai faktor yang diantaranya bakteri, virus, faktor lingkungan, faktor penyapihan dan higienis perorangan. Tetapi, dari bermacam-macam faktor itu yang paling banyak menyebabkan diare pada bayi adalah pada saat penyapihan, karena pada saat
ini bayi diberi susu formula atau makanan tambahan yang kurang higienis, oleh karena itu air susu ibu (ASI) yang merupakan makanan terbaik bagi bayi sangatlah perlu untuk diberikan pada bayi dengan diberikan ASI bayi akan banyak mendapat keuntungan salah satunya adalah zat-zat kekebalan yang terkandung di dalamnya, untuk melindungi dirinya dari penyakit-penyakit infeksi terutama penyakit diare (FKUI, 1985).

Diare dapat disebabkan oleh berbagai infeksi, selain penyebab lain seperti malabsorbsi. Diare sebenarnya merupakan salah satu gejala dari penyakit pada sistem gastrointestinal atau penyakit lain di luar saluran pencernaan, tetapi sekarang lebih dikenal dengan “penyakit diare”, karena dengan sebutan penyakit diare akan mempercepat tindakan penanggulangannya. Penyakit diare terutama pada bayi perlu mendapat tindakan secepatnya karena dapat membawa bencana bila terlambat (Ngastiyah, 1997).

Penyakit diare apabila tidak segera ditangani dapat menimbulkan beberapa komplikasi diantaranya yaitu terjadi dehidrasi, renjatan hipovolemik, hipokalemia, intoleransi laktosa sekunder, kejang dan kurang energi protein (FKUI, 1985).

Diare merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian anak terutama di negara berkembang, dengan prakiraan sekitar 1,5 milyar episode dan 1,5 - 2,5 juta kematian tiap tahun. Sekitar 85% kematian yang berhubungan dengan diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan (Misnadiarly, 1995)

Menurut laporan Dep.Kes RI, di Indonesia setiap anak mengalami episode diare 1,6 – 2 kali setahun (Dwipoerwantoro, 2003). Di bangsal gastroenterologi unit anak RSCM, FKUI angka kematian dengan penyakit diare sebanyak 20,3%. Menurut survey pemberantasan penyakit diare tahun 2000 bahwa angka kesakitan atau insiden diare terdapat 301 per 1000 penduduk di Indonesia.

Dengan demikian supaya dapat memberantas sunguh-sungguh penyakit diare diperlukan suatu komponen pengelolaan kasus diare yang tepat yaitu program pemberantasan penyakit diare atau P2D yang harus disertai beberapa upaya pencegahan yang akan mengurangi insiden keparahan diare sehingga meningkatkan penurunan angka kematian, dengan harapan akan tercapai keberhasilan pembangunan jangka panjang. (Afitia Pamedar,2008).

Diharapkan pula partisipasi dari Puskesmas terdekat diwilayah lebih menggalakkan program-program untuk menanggulangi penyakit diare ini, paling tidak dapat memberi dan menanamkan pemahaman tentang pentingnya asupan gizi bagi ibu menyusui untuk menghindari penyakit diare serta pencegahannya sedini mungkin.


Kelapadua, 23 Februari 2010

Nama : IKA KURNIATI
NPM : 27209035
Kelas : 4 EB 15
Kuliah : RISET AKUNTANSI