Kamis, 18 Maret 2010

TUGAS - 4 ( 2 - EB 10 )


P A R A G R A F

1.1. Latar Belakang
Dalam manulis sebuah karangan atau cerita tentunya selalu dijumpai susunan dari banyak kata yang membentuk kalimat. Kalimat-kalimat tersebut harus dihubungkan lagi sehingga terbentuk sebuah paragraf. Menyusun paragraf berarti menyampaikan suatu gagasan atau pendapat tertentu yang harus disertai alasan ataupun bukti tertentu.
Menyusun suatu paragraf yang baik harus memperhatikan beberapa aspek. Aspek-aspek tersebut antara lain adalah ide pokok yang akan dikemukakan harus jelas, semua kalimat yang mendukung paragraf itu secara bersama-sama mendukung satu ide, terdapat kekompakan hubungan antara satu kalimat dengan kalimat lain yang membentuk alinea, dan kalimat harus tersusun secara efektif (kalimat disusun dengan menggunakan kalimat efektif sesuai ide bisa disampaikan dengan tepat).
Oleh karena itu, untuk lebih memahami bagaimana menyusun sebuah paragraf yang benar dan mengetahui berbagai macam jenis paragraf, maka makalah ini disusun agar bisa menambah pengetahuan para pembaca tentang penggunaan paragraf yang baik.
2.1.  Definisi paragraf
Paragraf atau alinea adalah bagian karangan yang terdiri atas beberapa kalimat yang berkaitan secara utuh dan padu serta membentuk satu kesatuan pikiran. Tiga syarat  agar menciptakan paragraph yang padu adalah kepaduan, kesatuan, kelengkapan.
Dalam penggabungan beberapa kalimat menjadi sebuah paragraf itu diperlukan adanya kesatuan dan kepaduan. Yang dimaksud kesatuan adalah keseluruhan kalimat dalam paragraf itu membicarakan satu gagasan saja. Yang dimaksud kepaduan adalah keseluruhan kalimat dalam paragraf itu secara kompak atau saling berkaitan mendukung satu gagasan itu.
Di surat kabar sering kita temukan paragraf yang hanya terdiri atas satu kalimat saja. Paragraf semacam itu merupakan paragraf yang tidak dikembangkan. Dalam karangan yang bersifat ilmiah paragraf semacam itu jarang kita jumpai.
2.2.    Syarat Paragraf
Paragraf yang efektif memenuhi dua syarat, yaitu adanya kesatuan makna (koherensi), adanya kesatuan bentuk (kohesi), dan hanya memiliki satu pikiran utama.
1.   Kesatuan Makna (Koherensi)
Sebuah paragraf dikatakan mengandung kesatuan makna jika seluruh kalimat dalam paragraf itu hanya membicarakan satu ide pokok, satu topik, atau satu masalah saja. Jika dalam sebuah paragraf terdapat kalimat yang menyimpang dari masalah yang sedang dibicarakan, berarti dalam paragraf itu terdapat lebih dari satu ide atau masalah.
Perhatikan paragraf di bawah ini!
Sekitar 60 hektare tanaman padi di Desa Wates, Kecamatan Undaan, dan di Kecamatan Mejobo, Kabupaten Kudus, serta sekitar 100 hektare di Kecamatan Gabus, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, diserang hama keong mas. Agar serangan keong mas tidak meluas, Kepala Bidang Pertanian Tanaman Pangan Dinas Pertanian Kabupaten Kudus Budi Santoso dan Kepala Dinas Peternakan dan Pertanian Kabupaten Pati Pujo Winarno, Selasa (18/4), meminta agar petani melakukan antisipasi lebih dini. Pujo Winarno, (di depan) petani di Desa Baleadi, Kecamatan Sukolilo, menyatakan ada sejumlah peternak mau membeli keong mas untuk dijadikan pakan itik. (“Kilasan Daerah”, Kompas, 19 April 2006, h. 24)
Jika paragraf di atas kita cermati, nyatalah bahwa paragraf di atas membicarakan satu topik saja, yaitu serangan keong mas. Kalimat pertama membicarakan serangan keong mas pada tanaman padi di tiga kecamatan dalam dua daerah kabupaten di Jawa Tengah. Kalimat kedua membicarakan langkah pencegahan peluasan serangan hama keong mas. Kalimat ketiga membicarakan adanya peternak yang mau membeli keong mas.
2.   Kesatuan Bentuk (Kohesi)
Kesatuan bentuk paragraf atau kohensi terwujud jika aliran kalimat berjalan mulus, lancar, dan logis. Koherensi itu dapat dibentuk dengan cara repetisi, penggunaan kata ganti, penggunaan kata sambung atau frasa penghubung antarkalimat.
Perhatikan sekali lagi paragraf di bawah ini!
Sampah yang setiap hari kita buang sebenarnya dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu sampah organik, dan sampah anorganik. Sampah organik adalah sampah yang mudah membusuk. Contohnya, sisa makanan dan daun-daunan yang umumnya basah. Sampah anorganik adalah adalah sampah yang sulit atau tidak dapat membusuk. Contohnya, plastik, kaca, kain, karet, dan lain-lainnya.
Pengulangan atau repetisi kata kunci sampah, sampah organik, dan sampah anorganik membuat kalimat-kalimat dalam paragraf itu jalin-menjalin menjadi satu kesatuan paragraf yang padu. Penggunaan kata ganti ­-nya yang mengacu kepada sampah organik dan sampah anorganik selain menjalin kepaduan juga membuat variasi penggunaan kata untuk menghindarkan kebosanan pembacanya (Bandingkan jika kata ganti ­-nya dikembalikan ke kata acuannya, yaitu sampah organik dan sampah anorganik).
Dalam penggunaan repetisi nama orang hendaknya dibuatkan variasinya dengan kata ganti, frasa, atau idiom yang merujuk ke pengertian yang sama untuk menghilangkan pembacanya.
Perhatikan contoh penggunaan repetisi yang variatif dalam paragraf berikut ini!
Salah satu presiden yang unik dan nyentrik di dunia ini adalah Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Beliau dapat terpilih menjadi presiden walaupun mempunyai penglihatan yang tidak sempurna, bahkan dapat dikatakan nyaris buta. Presiden ke-4 Republik Indonesia ini di awal masa jabatannya terlalu sering melakukan kunjungan ke luar negeri sehingga mengundang kritik pedas terutama dari lawan politiknya. Kiai dari Jawa Timur tersebut juga sering  mengeluarkan pernyataan yang kontroversial dan inkonsisten. Akibatnya, dia sering diminta untuk mengundurkan diri dari jabatannya. Namun, mantan ketua PBNU itu tetap pada prinsipnya dan tidak bergeming menghadapi semua itu.
(Lamuddin Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia, (Jakarta: Insan Mulia), h. 154.)
Dalam paragraf di atas, Presiden Abdurrahman Wahid digantikan dengan Gus Dur; Presiden ke-4 Republik Indonesia; Kyai dari Jawa Timur; dia; mantan ketua PBNU. Selain penggunaan kata gantinya, dalam paragraf di atas digunakan kata sambung bahkan dan kata kata penghubung antarkalimat akibatnya dan namun.
3.   Hanya Memiliki Satu Pikiran Utama
Paragraf yang baik harus hanya memiliki satu pikiran utama atau gagasan pokok. Jika dalam satu paragraf terdapat dua atau lebih pikiran utama, paragraf tersebut tidak efektif. Paragraf tersebut harus dipecah agar tetap memiliki hanya satu pikiran utama. Satu pikiran utama itu didukung oleh pikiran-pikran penjelas. Pikiran-pikiran penjelas ini lazimnya terwujud dalam bentuk kalimat-kalimat penjelas yang tentu harus selalu mengacu pada pikiran utama.
2.3.   Jenis paragraf
Beberapa penulis seperti Sabarti Akhadiah dan kawan-kawan, Gorys Keraf, Soedjito, dan lain-lain membagi paragraf menjadi tiga jenis. Criteria yang mereka gunakan adalah sifat dan tujuan paragraf tersebut. Namun karena pebicaraan tentang letak kalimat utama juga memberikan nama tersendiri bagi setiap paragraf, penulis cenderung menjadikan topik letak kalimat utama sebagai salah satu penjenisan paragraf. Berdasarkan hal tersebut, jenis paragraf dibedakan sebagai berikut.
1.    Jenis Paragraf Berdasarkan Sifat dan Tujuannya
Gorys Keraf (1980:63-66) memberikan penjelasan tentang jenis paragraf berdasarkan sifat dan tujuannya sebagai berikut.
a)   Paragraf Pembuka
Tiap jenis karangan akan mempunyai paragraf yang membuka atau menghantar karangan itu, atau menghantar pokok pikiran dalam bagian karangan itu. Sebab itu sifat dari paragraf semacam itu harus menarik minat dan perhatin pembaca, serta sanggup menyiapkan pikiran pembaca kepada apa yag sedang diuraikan. Paragraf yang pendek jauh lebih baik, karena paragraf-paragraf yang panjang hanya akan meimbulkan kebosanan pembaca.
b)   Paragraf Penghubung
Yang dimaksud dengan paragraf penghubung adalah semua paragraf yang terdapat di antara paragraf pembuka dan paragraf penutup.
Inti persoalan yang akan dikemukakan penulisan terdapat dalam paragraf-paragraf ini. Sebab itu dalam membentuk paragraf-paragraf prnghubung harus diperhatikan agar hubungan antara satu paragraf dengan paragraf yang lainnya itu teratur dan disusun secara logis.
Sifat paragraf-paragraf penghubung bergantung pola dari jenis karangannya. Dalam karangan-karangan yang bersifat deskriptif, naratif, eksposisis, paragraf-paragraf itu harus disusun berasarkan suatu perkembangan yang logis. Bila uraian itu mengandung perntagan pendapat, maka beberapa paragraf disiapkan sebagai dasar atau landasan untuk kemudian melangkah kepada paragraf-paragraf yang menekankan pendapat pengarang.
c)   Paragraf Penutup
       Paragraf penutup adalah paragraf yang dimaksudkan untuk mengakhiri karangan atau bagian karangan. Dengan kata lain paragraf ini mengandung kesimpulan pendapat dari apa yang telah diuraikan dalam paragraf-paragraf penghubung.
       Apapun yang menjadi topik atau tema dari sebuah karangan haruslah teteap diperhatikan agar paragraf penutup tidak terlalu panjang, tetapi juga tidak berarti terlalu pendek. Hal yang paling esensial adalah bahwa paragraf itu harus merupakan suatu kesimpulan yang bulat atau betul-betul mengakhiri uraian itu serta dapat menimbulkan banyak kesan kepada pembacanya.
2.    Jenis Paragraf Berdasarkan Letak Kalimat Utama
Letak kalimat utama juga turut menentukan jenis paragraf, dari dasar tersebut penulis menetapkan letak kalimat utama dalam paragraf sebagai salah satu criteria penjenisan paragraf. Penjenisan paragraf berdasarkan letak kalimat utama ini berpijak pada pendapat Sirai, dan kawan-kawan (1985:70-71) yang mengemukakan empat cara meletakkan kalimat utama dalam paragraf.
a)    Paragraf Deduktif
Paragraf dimulai dengan mengemukakan persoalan pokok atau kalimat utama. Kemudian diikuti dengan kalimat-kalimat penjelas yang berfungsi menjelaskan kalimat utama. Paragraf ini biasanya dikembangkan dengan metode berpikir deduktif, dari yang umum ke yang khusus.
Dengan cara menempatkan gagasan pokok pada awal paragraf, ini akan memungkinkan gagasan pokok tersebut mendapatkan penekanan yang wajar. Paragraf semacam ini biasa disebut dengan paragraf deduktif, yaitu kalimat utama terletak di awal paragraf.
Contoh :
Pemakaian bahasa Indonesia di seluruh Indonesia dewasa ini belum dapat dikatakan seragam. Perbedaan dalam struktur kalimat, lagu kalimat, dan ucapan terlihat dengan mudah. Pemakiaan bahasa Indonesia sebagai bahasa pergaulan sering dikalahkan oleh bahasa daerah. Di lingkungan persuratkabaran, radio, dan televisi sudah terjaga dengan baik. Para pemuka kitapun pada umumnya belum memperlihatkan penggunaan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Fakta-fakta di atas menunjukan bahwa pengajaran bahasa Indonesia perlu ditingkatkan.
Gagasan utama paragraf tersebut terdapat diawal paragraf (Deduktif), yaitu pemakaian bahasa Indonesia di seluruh Indonesia belum seragam.
b)   Paragraf Induktif
Paragraf ini dimulai dengan mengemukakan penjelasan-penjelasan atau perincian-perincian, kemudian ditutup dengan kalimat utama. Paragraf ini dikembangkan dengan metode berpikir induktif, dari hal-hal yang khusus ke hal yang umum.
Contoh :
Lebaran masih seminggu lagi, tetapi harga sembako seperti beras, gula, minyak, tepung, telur, dan lain-lain telah naik secara signifikan. Makanan yang biasanya dikonsumsi dalam merayakan Lebaran seperti roti, sirup, dan lain-lain melonjak harganya. Bahan pakaian dan pakaian jadi untuk berlebaran, seperti busana muslimah, baju koko, kopiah, kerudung, sajadah, dan sejenisnya pun tidak ketinggalan dari kenaikan harga yang cukup tinggi. Kenaikan harga barang-barang selalu terjadi menjelang Lebaran pada setiap tahun.
Gagasan utama paragraf tersebut terdapat diakhir paragraf (Induktif), yaitu kenaikan harga barang-barang selalu terjadi menjelang Lebaran pada setiap tahun.
c)   Paragraf Gabungan atau Campuran
Pada paragraf ini kalimat topik ditempatkan pada bagian awal dan akhir paragraf. Dalam hal ini kalimat terakhir berisi pengulangan dan penegasan kalimat pertama. Pengulangan ini dimaksudkan untuk lebih mempertegas ide pokok karena penulis merasa perlu untuk itu. Jadi pada dasarnya paragraf campuran ini tetap memiliki satu pikiran utama, bukan dua.
Contoh :
Buku merupakan sarana utama dalam mencari ilmu. Bagaimana orang bisa mengetahui ilmu dari berbagai belahan dunia. Dari buku pula kita bisa menambah pengetahuan maupun pengalaman. Jelaslah bahwa buku sangat berpengaruh dalam kehidupan manusia.
Gagasan utama paragraf tersebut terdapat diawal paragraf, yaitu buku merupakan sarana utama dalam mencari ilmu. Sedangkan penegasan ide pokoknya terdapat dalam akhir kalimat, yaitu jelaslah bahwa buku sangat berpengaruh dalam kehidupan manusia.
d)   Paragraf Tanpa Kalimat Utama
Paragraf ini tidak mempunyai kalimat utama. Berarti pikiran utama tersebar di seluruh kalimat yang membangun paragraf tersebut. Bentuk ini biasa digunakan dalam karangan berbentuk narasi atau deskripsi. Contoh paragraf tanpa kalimat utama:
Contoh :
Enam puluh tahun yang lalu, pagi-pagi tanggal 30 Juni 1908, suatu benda cerah tidak dikenal melayang menyusur lengkungan langit sambil meninggalkan jejak kehitam-hitaman dengan disaksikan oleh paling sedikit seribu orang di pelbagai dusun Siberi Tengah. Jam menunjukkan pukul 7 waktu setempat. Penduduk desa Vanovara melihat benda itu menjadi bola api membentuk cendawan membubung tinggi ke angkasa, disusul ledakan dahsyat yang menggelegar bagaikan guntur dan terdengar sampai lebih dari 1000 km jauhnya. (Intisari, Feb.1996 dalam Keraf, 1980:74)
Sukar sekali untuk mencari sebuah kalimat topik dalam paragraf di atas, karena seluruh paragraf bersifat deskriptif atau naratif. Tidak ada kalimat yang lebih penting dari yang lain. Semuanya sama penting, dan bersama-sama membentuk kesatuan dari paragraf tersebut.
Paragraf tanpa kalimat utama disebut juga paragraf naratif atau paragraf deskriptif, yang merupakan salah satu jenis paragraf yang dibicarakan dalam penelitian ini.
3.   Jenis Paragraf Berdasarkan Isi
a)   Narasi
Narasi atau cerita adalah jenis karangan yang menceritakan suatu pokok persoalan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam narasi adalah:
·            Biasanya cerita disampaikan secara kronologis.
·            Mengandung plot atau rangkaian peristiwa.
·            Ada tokoh yang menceritakan, baik manusia maupun bukan.
Contoh:
Tepat pukul 16.30 perhitungan suara pilkades di empat tempat pemungutan suara selesai. Berita acarapun segera dibuat dan di tanda tangani, Pak Camat mengumumkan hasilnya. Teten yang bertanda gambar padi mendapat 782 suara, Sugiono dengan tanda gambar ketela 324 suara, Paidi bertanda gambar jagung 316 suara. Suara tidak sah ada 33 lembar.
b)   Diskripsi
Diskripsi adalah jenis karangan yang dibuat untuk menyampaikan gambaran secara objektif suatu keadaan sehingga pembaca memiliki pemahaman yang samadengan informasi yang disampaikan.
Ciri-ciri diskripsi adalah :
·         Bersifat informatif
·         Pembaca diajak menikmati sesuatu yang ditulis
·         Susunan peristiwa tidak dianggap penting
Contoh :
Pagi hari itu duduk di bangku yang panjang dalam taman belakang rumah. Matahari belum tinggi, baru sepenggalah. Sinar matahari pagi menghangatkan badan. Di depanku bermekaran bunga beraneka warna. Angin pegunungan membelai wajah, membawa bau harum bunga. Kuhirup hawa pagi yang segar sepuas-puasku. Nyaman rasa badan dan hilanglah lelah berjalan untuk sehari kemarin.
c) Eksposisi
Eksposisi adalah karangan yang dibuat untuk menerangkan suatu pokok persoalan yang dapat meperluas wawasan pembaca. Untuk mempertegas masalah yang disampaikan biasanya dilengkapi dengan gambar, data, dan statistik.
Contoh :
Pertumbuhan ekonomi Indonesia selama beberapa tahun terakhir ini mencapai rata-rata 7-8% pertahun. Dengan demikian, pendapatan perkapita penduduk Indonesia mencapai beberapa kali lipat. Selain itu berdasarkan data Biro Pusat Statistik, jumlah penduduk yang dikategorikan miskin juga banyak berkurang.
d)  Argumentasi
Argumentasi adalah jenis karangan yang berisi gagasan lengkap dengan bukti dan alasan serta dijalin dengan proses penalaran yang kritis dan logis. Argumentasi dibuat untuk mempengaruhi atau meyakinkan pembaca untuk menyatakan persetujuannya.
Contoh :
Keluaga berencana berusaha menjamin kebahagiaan hidup keluarga. Ibu tidak selalu merana oleh karena setiap tahun melahirkan. Ayah tidak pula terlalu pusing memikirkan usaha untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Anakpun tidak terlantar hidupnya karena kebutuhan hidup yang terjamin.
e) Persuasi
Persuasi adalah jenis karangan yang disampaikan dengan menggunakan bahasa yang singkat, padat, dan menarik untuk mempengaruhi pembaca sehingga pembaca terhanyut oleh siratan isinya.
Contoh :
Menabung uang di bank lebih aman dan menguntungkan. Uang kita akan mendapat keuntungan dari bank sesuai dengan uang tabungan yang telah disetor. Uang kita juga akan terjaga keamanannya dari pencurian. Oleh karena itu marilah kita menabung uang di bank sebagai jaminan masa depan kelak.
(susandi wordpress.com)

Rabu, 17 Maret 2010

TUGAS - 3 ( 2 - EB 10 )

D I K S I


I.        Latar belakang
Bahasa terdiri atas beberapa tataran gramatikal antara lain kata, frase, klausa, dan kalimat. Kata merupakan tataran terendah & kalimat merupakan tataran tertinggi. Ketika Anda menulis, kata merupakan kunci utama m’bentuk tulisan. Oleh karena itu, sejumlah kata dalam BI harus dipahami dengan baik, agar ide dan pesan seseorang dapat dimengerti. Dengan demikian, kata-kata yang digunakan untuk berkomunikasi harus dipahami dalam konteks kalimat, alinea dan wacana. Kata sebagai unsur bahasa, tidak dapat dipergunakan dengan sewenang-wenang. Akan tetapi, kata-kata tersebut harus mengikuti kaidah-kaidah yang benar. Menulis merupakan kegiatan yang mampu menghasilkan ide-ide dalam bentuk tulisan secara terus-menerus & teratur (produktif) serta mampu mengungkapkan gambaran, maksud, gagasan, perasaan (ekspresif). Oleh karena itu, ketrampilan menulis / mengarang membutuhkan grafologi, struktur bahasa, & kosakata. Salah satu unsur penting dalam mengarang adalah penguasaan kosa kata. Kosa kata merupakan bag dari diksi. Ketepatan diksi dalam suatu karangan merupakan hal yang tidak dapat diabaikan karena ketidaktepatan penggunaan diksi pasti akan menimbulkan ketidakjelasan makna.

 II.        Pengertian
Diksi, dalam arti aslinya dan pertama, merujuk pada pemilihan kata dan gaya ekspresi oleh penulis atau pembicara. Dan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, diksi berarti "pilihan kata yang tepat dan selaras (dalam penggunaannya) untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu (seperti yang diharapkan)”. Dari pernyataan itu tampak bahwa penguasaan kata seseorang akan mempengaruhi kegiatan berbahasanya, termasuk saat yang bersangkutan membuat karangan. Setiap kata memiliki makna tertentu untuk membuat gagasan yang ada dalam benak seseorang. Bahkan makna kata bisa saja “diubah” saat digunakan dalam kalimat yang berbeda. Hal ini mengisyaratkan bahwa makna kata yang sebenarnya akan diketahui saat digunakan dalam kalimat. Lebih dai itu, bisa saja menimbulkan dampak atau reaksi yang berbeda jika digunakan dalam kalimat yang berbeda. Berdasarkan hal itu dapat dikatakan bahwa diksi memegang tema penting sebagai alat untuk mengungkapkan gagasan dengan mengharapkan efekagar sesuai.

Point – point penting tentang diksi, yaitu :
•   Plilihan kata atau diksi mencakup pengertia kata-kata mana yang harus dipakai untuk mencapai suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata-kata yang tepat atau menggunakan ungkapan – ungkapan, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi.
•   Pi;ihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa – nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar.
•   Pi;ihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasa sejumlah besar kosa kata atau perbendaharaan kata bahasa itu. Sedangkan yang dimaksud pembendaharaan kata atau kosa kata suatu bahasa adalah keseluruhan kata yang dimiliki suatu bahasa.
(Gorys Keraf :DIKSI DAN GAYA BAHASA (2002), hal. 24)

III.        Hal-hal yang mempengaruhi pilihan kata berdasarkan kemampuan penggunaan bahasa
·         Pemakaian kata mencakup dua masalah pokok, yakni :
1.        Masalah ketepatan memiliki kata untuk mengungkapkan sebuah gagasan atau ide.
Menurut keraf “Ketepatan pilihan kata mempersoalkan kesanggupan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan-gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca atau pendengar, seperti apa yang dipikirkan atau dirasakan oleh penulis atau pembaca”. Ketepan makna kata bergantung pada kemampuan penulis mengetahui hubungan antara bentuk bahasa (kata) dengan referennya.
2.        Masalah kesesuaian atau kecocokan dalam mempergunakan kata tersebut.
Masalah pilihan akan menyangkut makna kata dan kosakatanya akan memberi keleluasaan kepada penulis, memilih kata-kata yang dianggap paling tepat mewakili pikirannya.
·         Seandainya kita dapat memilih kata dengan tepat, maka tulisan atau pembicaraan kita akan mudah menimbulkan gagasan yang sama pada imajinasi pembaca atau pendengar, seperti yang dirasakan atau dipikirkan oleh penulis atau pembicara. Mengetahui tepat tidaknya kata-kata yang kita gunakan, bisa dilihat dari reaksi orang yang menerima pesan kita, baik yang disampaikan secara lisan maupun tulisan. Reaksinya bermacam-macam, baik berupa reaksi verbal, maupun reaksi nonverbal seperti mengeluarkan tindakan atau perilaku yang sesuai dengan yang kita ucapkan. Agar dapat memilih kata-kata yang tepat, maka ada beberapa syarat yang harus diperhatikan hal berikut ini :
a.   Kita harus bisa membedakan secara cermat kata-kata denitatif dan konotatif; bersinonim dan hampir bersinonim; kata-kata yang mirip dalam ejaannya, seperti :bawa-bawah, koorperasi-korporasi, interfensi-interferensi, dan

b.   Hindari kata-kata ciptaan sendiri atau mengutip kata-kata orang terkenal yang belum diterima di masyarakat.
c.    Waspadalah dalam menggunaan kata-kata yang berakhiran asing atau bersufiks bahasa asing, seperti :Kultur-kultural, biologi-biologis, idiom-idiomatik, strategi-strategis, dan lain-lain
d.   Kata-kata yang menggunakan kata depan harus digunbakan secara idiomatik, seperti kata ingat harus ingat akan bukan ingat terhadap, membahayakan sesuatu bukan membahayakan bagi, takut akan bukan takut sesuatu.
e.   Kita harus membedakan kata khusus dan kata umum.
f.    Kita harus memperhatikan perubahan makna yang terjadi pada kata-kata yang sudah dikenal.
g.   Kita harus memperhatikan kelangsungan pilihan kata.

IV.      Fungsi Diksi
fungsi diksi ialah sebagai sarana mengaktifkan kegiatan berbahasa (komunikasi) yang dilakukan seseorang untuk menyampaikan maksud serta gagasannya kepada  orang lain. Sedangkan persuasi merupakan salah satu teknik mempengaruhi orang  dengan menggunakan cara tertentu baik  melalui ucapan maupun tulisan agar bersedia melakukan dengan senang hati, yang pada akhirnya dapat mengubah  sikap dan perilaku orang tersebut.    

 V.      Diksi Dalam Kalimat Dan Cerita
Diksi dapat diartikan sebagai pilihan kata pengarang untuk menggambarkan cerita mereka. Dan diksi bukan hanya berarti Pilih-memilih kata. Istilah ini bukan saja digunakan untuk menyatakan gagasan/ menceritakan peristiwa tetapi juga meliputi persoalan gaya bahasa, ungkapan-ungkapan dsb.
Gaya bahasa sebagai bagian dari diksi yang bertalian dengan ungkapan-ungkapan individu atau karakteristik, atau memiliki nilai artistik yang tinggi. Pilihan kata bukanlah masalah sederhana karena menyangkut persoalan yang bersifat dinamis, inovatif, & kreatif sejalan dengan perkembangan masy penunturnya. Penulis yang blm berpengalaman sangat sulit untuk mengungkapkan ide / gagasan & biasanya sangat miskin variasi bahasa.Akan tetapi, ada pula penulis yang sangat boros / tidak efektif menggunakan perbendaharaan kata, sehingga tidak ada isi yang terdapat di balik kata-katanya. Kata-kata atau istilah tidak hanya sekedar mengemban nilai-nilai indah (estetis), melainkan juga nilai-nilai filosofi dan pedagogis karena dapat digunakan penulis untuk menyimpan pesona makna yang terselubung / simbolis, sehingga untuk memahaminya diperlukan interpretasi & renungan-renungan yang dalam.
Sebelum menentukan pilihan kata, penulis harus memperhatikan dua hal pokok, yakni: masalah makna dan relasi makna. Makna sebuah kata / sebuah kalimat merupakan makna yang tidak selalu berdiri sendiri. Adapun makna menurut (Chaer, 1994: 60) terbagi atas beberapa kelompok yaitu :
a. Makna Leksikal dan makna Gramatikal
b. Makna Referensial dan Nonreferensial
c. Makna Denotatif dan Konotatif
d. Makna Konseptual dan Makna Asosiatif
e. Makna Kata dan Makna Istilah
f. Makna Idiomatikal dan Peribahasa
g. Makna Kias dan Lugas

Relasi adalah hubungan makna yang menyangkut hal kesamaan makna (sinonim), kebalikan makna (antonim), kegandaan makna (polisemi dan ambiguitas), ketercakupan makna (hiponimi), kelainan makna (homonimi), kelebihan makna (redundansi) dan sebagainya. Adapun relasi makna terbagi atas beberapa kelompok yaitu :
a. Kesamaan Makna (Sinonim)
b. Kebalikan Makna (Antonim)
c. Kegandaan Makna (Polisemi dan Ambiguitas)
d. Ketercakupan Makna (Hiponimi)
e. Kelebihan Makna (Redundansi)
Agar usaha mendayagunakan teknik penceritaan yang menarik lewat pilihan kata maka diksi yang baik harus …
•   Tepat memilih kata untuk mengungkapkan gagasan / hal yang ‘diamanatkan’
•   Diperlukan kemampuan untuk membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna sesuai dengan gagasan yang ingin disampaikan & kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi & nilai rasa pembacanya.
•   Pilihan kata yang tepat & sesuai hanya mungkin kalau penulis / pengarang menguasai sejumlah kosa kata (perbendaharaan kata) yang dimiliki masyarakat bahasanya, serta mampu menggerakkan & mendayagunakan kekayaannya itu menjadi jaring-jaring kalimat yang jelas & efektif.

VI.        Diksi Dalam Puisi
Setiap penyair untuk mengutarakan apa yang terkandung dalam hatinya selalu terikat kepada kata-kata yang digunakannya. Seorang penyair akan mempunyai gaya yang berbeda dengan penyair lainnya dalam mengungkapkan buah pikiran yang akan dituangkan dalam karyanya. Penyair selalu berhati-hati dengan penggunaan kata-kata, karena pemilihan kata-kata sangat menentukan kepadatan dan kejelasan bahasa dalam karya puisi, dan memberi warna dalam karya puisi tersebut. Hal ini terjadi karena pilihan kata atau diksi selain mengandung arti yang tersirat, dan juga dapat menyentuh atau menggetarkan perasaan si pembaca atau penikmatnya. Penyair sering menggunakan diksi untuk membangkitkan imageri dalam melukiskan sesuatu dalam karya puisinya. Setiap orang tentu ingin menyampaikan perasaan dan pendapatnya dengan sejelas mungkin kepada orang lain. Kadang-kadang dengan kata-kata biasa belum begitu jelas menerangkan atau melukiskan sesuatu, maka dipergunakanlah persamaan, perbandingan serta kata-kata kias lainnya. Begitulah para penyair menggunakan diksi untuk memperjelas maksud serta menjelmakannya dalam karya puisi tersebut sehingga lebih menarik, bahkan dapat menyentuh serta mendebarkan perasaan si pembaca dan peminatnya.
Penyair, terutama yang masih mula-mula menggauli puisi, sering tergoda untuk memilih kata-kata, frasa, atau idiom yang indah-indah sebagaimana sering dijumpai dalam karya-karya sastra klasik, syair-syair lagu, atau kartu-kartu ucapan hari khusus, seolah-olah kata-kata tersebut serta-merta membuat sebuah sajak menjadi "indah". Estetika bahasa seolah diyakini dapat dicapai melalui penggunaan idiom-idiom yang klise tersebut, yang cenderung "berbunga-bunga". Efek estetik seakan menjadi satu-satunya yang penting dalam proses penciptaan puisi, sehingga rekan-rekan penyair yang muda pengalaman sering kali melupakan elemen-elemen lain yang tak kalah pentingnya dalam puisi.
Terlalu terpaku pada polesan kosmetika sering beresiko memudarkan inner beauty, "kecantikan dalam", aura seseorang? Begitu pula puisi, ada "tenaga dalam" yang juga (lebih) perlu mendapatkan perhatian penyair. Diksi, sedikit banyak memegang peranan penting dalam memunculkan kekuatan-kekuatan sebuah karya puisi, baik secara fisik semisal unsur bunyi (musikalitas), keunikan komposisi, maupun secara nonfisik seperti picuan asosiasi makna yang terbangkit dalam benak dan hati pembaca, getar emosi tertentu atau bahkan debar spiritual yang tak terjelaskan yang dirasakan oleh seseorang seusai membaca sebuah karya.
Diksi tentu tak bisa dilepaskan dari kosa kata. Agar seorang penyair mampu mengolah diksi, ia dituntut memiliki perbendaharaan kata yang cukup kaya serta upaya yang tekun dan tak kenal menyerah untuk mencari kemungkinan-kemungkinan bentukan komposisi kata yang unik, segar, dan menyarankan kebaruan pada kadar tertentu. Di dalam puisi setiap kata, frasa atau bahkan larik diupayakan untuk hadir dengan alasan yang lebih kuat dari pada sekedar untuk dekorasi semata. Sedapat mungkin kata-kata yang dipilih itu merangkum sebanyak mungkin tenaga potensial puitik, sehingga pada saatnya mampu memicu syaraf-syaraf puitik pembaca. Kata-kata yang dipilih dalam puisi sebaiknya bernas, telak, sekaligus enak didengar dan membekas dalam benak pembaca. Membekasnya sebuah ucap-ucapan dalam puisi ini bisa jadi dikarenakan idiom tersebut memiliki asosiasi tertentu yang membangkitkan emosi tertentu dalam diri pembaca, mungkin karena mengingatkannya pada pengalaman pribadinya sendiri, atau karena idiom tersebut memiliki keunikan tersendiri baik dalam hal bentuk atau bunyinya, kebaruannya, atau bahkan keusilannya "mengerjai" simpul-simpul syaraf puitik pembaca. Memperkaya diri dengan bacaan-bacaan lintas disiplin, wawasan bahasa lintas budaya, serta pengalaman berbahasa maupun pengalaman batin secara luas baik dari interaksi dengan orang lain, lingkungan maupun dengan diri sendiri adalah beberapa upaya yang dapat disebut guna mengasah kepekaan diktif seorang penyair.
Kekuatan diksi dapat lambat laun dicapai melalui latihan-latihan empirik. Dari situlah mungkin dapat dimengerti mengapa setiap penyair dapat dikenali gaya ucapnya melalui diksi dalam rangkaian karya-karya puisinya. "Dikenali" di sini lebih bersifat intuitif ketimbang fisik karena seorang penyair yang baik akan selalu berusaha terus mencari dan menemukan idiom-idiom yang belum pernah dipakai, paling tidak oleh dirinya sendiri. Ini tentu akan mengurangi kemungkinan ditemukannya pengulangan-pengulangan dalam karyanya, sehingga "pengenalan" kita atas gaya ucap penyair tersebut akan lebih bersifat menduga-duga sembari merasakan efeknya alih-alih menunjuk pola-pola yang kasat mata, meski tak dapat dimungkiri kadang-kadang tanpa disadari (atau justru disengaja?) seorang penyair memang ada memiliki kata-kata atau frasa "favorit" yang cenderung muncul dalam sejumlah karyanya.
Karya puisinya tetap mempunyai tujuan, dan pembacalah yang berusaha untuk menafsirkan isi sesuai dengan pokok persoalan yang dituangkan oleh penyair dalam sanjaknya. Hal ini sesuai dengan pendapat pakar yang menyatakan, “membaca sanjak kita selalu menghadapi keadaan yang paradoksal. Pada suatu pihak sebuah sanjak, atau lebih luas sebuah karya sastra seni umumnya merupakan keseluruhan yang bulat, yang berdiri sendiri, yang otonom, dan yang boleh dan harus kita pakai dan tafsirkan sendiri. (Teeuw, 1980:11). Sesuai dengan judulnya, maka dalam kesempatan ini akan divas mengenai diksi dalam karya puisi. Tujuan dan pengaruhnya bagi pembaca/peminat puisi itu sendiri. Pokok persoalan dalam tulisan ini difokuskan pada pendayagunaan kata yakni ketepatan dan kecocokan untuk mengungkapkan sebuah gagasan, hal ini dapat kita lihat pada sanjak Chairil Anwar yang berjudul, “Cintaku Jauh di Pulau”, Sapardi Djoko Damono dalam sanjaknya yang berjudul, “Saat Sebelum Berangkat”, “Berjalan di Belakang Jenazah”, “Sehabis Mengantar Jenazah”, menggunakan ketepatan dan kecocokan kata-kata untuk membangun sanjaknya. Penulis memilih sanjak ini sebagai contoh pembahasan bukan berarti bahwa sanjak penyair yang lain tidak penting, tetapi karena keterbatasan waktu, tidak memungkinkan untuk membicarakannya/ mengkaji secara keseluruhan dalam waktu yang relatif singkat dalam kesempatan ini. Atas dasar uraian ini maka penulis memperkenalkan diksi dalam beberapa sanjak serta pengaruhnya membangun karya puisi itu sendiri.
VII.        Contah Serta Saran Pemilihan Kata Dalam Kalimat
Dalam dunia Broadcasting: tidak ada seorangpun yang mampu dengan jelas m’dengar sebuah kalimat yang terdiri lebih dari 20 kata
So, naskah siaran & berita yang kita buat harus ringkas & ramping - KISS Keep It Short and Simple.
Sebelum menulis kita memikirkan gagasan / ide secara utuh. Teknisnya, mulailah dengan membuat catatan ide, ketahui & pahami cerita dan peristiwanya, pikirkan, katakan dan tuliskan.
Pa saat memikirkan ide tulisan, kita dapat membayangkan seperti akan bercerita kpd seseorang yang kita kenal yang sedang berada di hadapan kita. Sampaikanlah sesuatu yang akan kita ceritakan, & tuliskan persis seperti kita bercerita.
Yang harus diperhatikan :
Ringkaslah kalimat yang akan disampaikan, jangan boros kata-kata”
•     Bukan: Menteri keuangan menyatakan akibat dari langkah tersebut ialah akan meningkatnya kondisi keuangan sektor swasta & memberikan peningkatan terhadap kepercayaan bisnis & masyarakat secara umum
•     Tetapi: Menteri keuangan mengatakan, langkah-langkah itu akan membantu keuangan sektor swasta
”Hindari pengulangan kata yang tidak perlu”
•     contoh: rencana yang akan datang, alasannya karena, ramai berbondong-bondong, maju ke depan, mundur ke belakang, peristiwa lalu yang telah dilewati dan sebagainya.
”Hindari penggunaan anak kalimat. Bahasa radio adalah bahasa tutur sehari-hari. Dalam berbicara, kita jarang menggunakan anak kalimat. Jika menemukan anak kalimat, pecahlah menjadi beberapa kalimat. Semakin sederhana struktur kalimat, akan semakin baik”.
•     Bukan: Rumania yang gaungnya mulai tenggelam sejak ditinggalkan Gheorge Hagi, siap mengalahkan tim manapun di Euro 2008 ini.
•     Tetapi: Sejak ditinggalkan Gheorge Hagi, gaung Rumania seperti tenggelam. Namun, Rumania tetap bertekad mengalahkan tim manapun di Euro 2008 ini.
“Hindari mendahulukan kata kerja”
•     Bukan: Menuntut presiden SBY membubarkan Ahmadiyah, demonstran dalam gelombang besar berunjuk rasa di depan Istana Negara.
•     Tetapi: Demonstran berunjuk rasa di depan Istana Negara, menuntut pembubaran Ahmadiyah.
“Jangan menempatkan ‘kata kerja penting’ di akhir kal, karena pembaca berita biasanya menurunkan suaranya di akhir kalimat. Jika hal ini terjadi, makna kata kunci tadi akan hilang”.
•     Bukan: Demonstran berunjuk rasa di depan Istana Negara, menuntut Ahmadiyah dibubarkan.
•     Tetapi: Demonstran berunjuk rasa di depan Istana Negara, menuntut pembubaran Ahmadiyah.
DAFTAR PUSTAKA
1. Keraf , Gorys. 2002. Diksi Dan Gaya Bahasa. Ende Flores: Nusa Indah

TUGAS - 2 ( 2 - EB 10 )


a.      Apa yang dimaksud dengan ejaan ?

Ejaan adalah seperangkat aturan tentang keseluruhan cara penulisan bahasa dengan menggunakan huruf, kata dan tanda baca sebagai sarananya.

Ejaan yang digunakan sekarang adalah Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). EYD mulai diberlakukan pada tanggal 16 Agustus 1972. Ejaan ketiga dalam sejarah bahasa Indonesia ini memang merupakan upaya penyempurnaan ejaan sebelumnya yang sudah dipakai selama dua puluh lima tahun yang dikenal dengan Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi (Menteri PP dan K Republik Indonesia pada saat Ejaan itu diresmikan pada tahun 1947).

b.      Apa saja yang menjadi ruang lingkup ejaan ?

Ruang lingkup EYD mencakupi lima aspek, yaitu :

1)       Pemakaian huruf  membicarakan masalah yang mendasar dari suatu bahasa, yaitu :
a)     abjad                                                      
b)     vokal                                                                  
c)      konsonan
d)     pemenggalan
e)     nama diri

2)      Penulisan huruf membicarakan beberapa perubahan huruf dari ejaan sebelumnya yang meliputi :
a)     huruf kapital
b)     huruf miring

3)      Penulisan kata membicarakan bidang morfologi dengan segala bentuk dan jenisnya berupa :
a)     kata dasar                                               
b)     kata turunan                                         
c)      kata ulang                                              
d)     gabungan kata                                       
e)     kata ganti kau, ku, mu, dan nya
f)       kata depan di, ke, dan dari
g)     kata sandang si, dan sang
h)    partikel
i)       singkatan dan akronim
j)       angka dan lambang bilangan.            

4)      Penulisan unsur serapan membicarakan kaidah cara penulisan unsur serapan, terutama kosakata yang berasal dari bahasa asing.

5)      Pemakaian tanda baca (pugtuasi) membicarakan teknik penerapan kelima belas tanda baca dalam penulisan. Tanda baca itu adalah :
a)     Tanda titik (.)                      
b)     Tanda koma (,)                          
c)      Tanda titik koma (;)           
d)     Tanda titik dua (:)                    
e)     Tanda hubung (-)               
f)       Tanda pisah (--)                  
g)     Tanda elipsis (…)                
h)    Tanda tanya (?)
i)       tanda seru (!)
j)       tanda kurung ((…))
k)     tanda kurung siku ([ ])
l)       tanda petik ganda (“…”)
m)  tanda petik tunggal (‘…’)
n)    tanda garis miring (/)
o)     tanda penyingkat (‘)

c.       Perlukah sebuah bahasa memiliki ejaan ? Mengapa ?

Perlu, sebab ejaan merupakan kaidah yang harus dipatuhi oleh pemakai demi keteraturan dan keseragaman bentuk yang akan berimplikasi pada ketepatan dan kejelasan makna.
Ibarat dalam berkendaraan di jalan raya, ejaan adalah rambu-rambu lalu lintas yang harus dipatuhi oleh setiap pengemudi. Jika par pengemudi tersebut mematuhi rambu-rambu lalu lintas yang ada maka terciptalah lalu lintas yang tertib dan teratur.

d.      Apa peranan ejaan bagi ragam tulisan ?

1)      Sebagai sumber referensi atau rujukan bagi banyak orang dalam menulis.
2)     Mencegah terjadinya multi penafsiran pada tiap-tiap orang yang membaca karena telah terpenuhinya aspek-aspek berikut ini :
a)     Pemilihan kosa kata dilakukan secara tepat.
b)     Pembentukan kata dilakukan secara sempurna.
c)      Kalimat yang dibentuk dengan struktur yang lengkap.
d)   Paragraf dikembangkan secara lengkap dan terpadu.