Sabtu, 21 Mei 2011

mY OpiNioNs

"Listening earnestly to earnest word is only proper."

"Bullying doesn't happen when you dislike someone. The number of people doesn't matter, either.
When you trample on someone or hurt them but you're don't realize doing it
and you refuse to notice their pain, that's bullying."

"Starting over again is cowardly.
You must never forget....
Don't ever forget what you did....
That's called responsibility."

"An offense or not, you must take responsibility for your action."

"People are different.
There are those like me who can't talk without getting stuck.
And those like Mr. Noguchi who have to joke to speak earnestly."

"You don't have to be strong.
People are all weak.
That's why you should try to live earnestly."

"Teaching people something isn't easily done.
Our job as teachers, I think, is to always to be there for our student.
And if we're lucky, then perhaps we might be able to convey something."

oDe To Ayu...

Dearest Lord up in the sky above

Thank you to let us know Ayu
Thank you to let us love Ayu
Thank you to let us learnt from Ayu

Ayu has brought joy to our life
Ayu has brought happiness to our life
Ayu has brought laughter to our life
Ayu has touched every corner of our life

Ayu has taught us that life is meant to be enjoyed
Ayu has taught us that nothing in life that you can’t laugh about
Ayu has taught us to always give to others even it was only a smile
Even only for a short period of time

Dearest Lord up in heaven above

Please let her know that we love her so much
Please let her know that we miss her so much
Please let her know that we are thanking her for sharing her life with us
And we will always cherish her and remember her

Dearest Lord up in the universe above

We know that she’s not in pain anymore
We know that she’s smiling and laughing now
We know that she’s happier now
We know that You love her more than we do

Please hug her
Please take care of her
And make sure You provide lots of cireng and bubur :)

Shine on Triayu Sarah Tungga Dewi xxx

LeTTiNG Go...

Not such a stanger…

The sun has set and yet we have not met…

I sit alone by the shallow sea…

And wonder whats awaiting me…

thinking of what has happened and never letting go…

I cant let my feelings show…

Why??? I have no answer…

Time is fading faster…

Thinking of what is and how long I will last here…

Now its time to say goodbye…

I promised myself... I would no...

ReNuNGaN (KiSaH MoTiVaSi)

Adik perempuan saya pergi ke rumah orang jompo atau lebih terkenal dengan sebutan panti werdha bersama dengan teman-temannya. Kebiasaan ini mereka lakukan untuk kegiatan sosialnya dengan lebih banyak mengenal bahwa akan lebih membahagiakan kalau kita bisa berbagi pada orang-orang yang kesepian dalam hidupnya.

Ketika teman adik saya sedang berbicara dengan beberapa Ibu-Ibu tua, tiba-tiba mata teman adik saya tertumpu pada seorang Opa tua yang duduk menyendiri sambil menatap kedepan dengan tatapan kosong.

Lalu sang teman mencoba mendekati Opa itu dan mencoba mengajaknya berbicara. Perlahan tapi pasti sang Opa akhirnya mau mengobrol dengannya sampai akhirnya si Opa menceritakan kisah hidupnya.

Si Opa memulai cerita tentang hidupnya sambil menghela napas panjang. "Sejak masa muda saya menghabiskan waktu saya untuk terus mencari usaha yang baik untuk keluarga saya, khususnya untuk anak-anak yang sangat saya cintai. Sampai akhirnya saya mencapai puncaknya dimana kami bisa tinggal dirumah yang sangat besar dengan segala fasilitas yang sangat bagus."

"Demikian pula dengan anak-anak saya, mereka semua berhasil sekolah sampai keluar negeri dengan Biaya yang tidak pernah saya batasi. Akhirnya mereka semua berhasil dalam sekolah juga dalam usahanya dan juga dalam berkeluarga."

"Tibalah dimana kami sebagai orangtua merasa sudah saatnya pensiun dan menuai hasil panen kami. Tiba-tiba istri tercinta saya yang selalu setia menemani saya dari sejak saya memulai kehidupan ini meninggal dunia karena sakit yang sangat mendadak. Lalu sejak kematian istri saya tinggallah saya hanya dengan para pembantu kami karena anak-anak kami semua tidak ada yang mau menemani saya karena mereka sudah mempunyai rumah yang juga besar. Hidup saya rasanya hilang, tiada lagi orang yang mau menemani saya setiap saat saya memerlukannya."

"Tidak sebulan sekali anak-anak mau menjenguk saya ataupun memberi kabar melalui telepon. Lalu tiba-tiba anak sulung saya datang dan mengatakan kalau dia akan menjual rumah karena selain tidak efisien juga toh saya dapat ikut tinggal dengannya. Dengan hati yang berbunga saya menyetujuinya karena saya juga tidak memerlukan rumah besar lagi tapi tanpa ada orang-orang yang saya kasihi di dalamnya. Setelah itu saya ikut dengan anak saya yang sulung."

"Tapi apa yang saya dapatkan ? setiap hari mereka sibuk sendiri-sendiri dan kalaupun mereka ada di rumah tak pernah sekalipun mereka mau menyapa saya. Semua keperluan saya pembantu yang memberi. Untunglah saya selalu hidup teratur dari muda maka meskipun sudah tua saya tidak pernah sakit-sakitan."

"Lalu saya tinggal dirumah anak saya yang lain. Saya berharap kalau saya akan mendapatkan sukacita idalamnya, tapi rupanya tidak. Yang lebih menyakitkan semua alat-alat untuk saya pakai mereka ganti, mereka menyediakan semua peralatan dari kayu dengan alasan untuk keselamatan saya tapi sebetulnya mereka sayang dan takut kalau saya memecahkan alat-alat mereka yang mahal-mahal itu. Setiap hari saya makan dan minum dari alat-alat kayu atau plastik yang sama dengan yang mereka sediakan untuk para pembantu dan anjing mereka. Setiap hari saya makan dan minum sambil mengucurkan airmata dan bertanya dimanakah hati nurani mereka?"

"Akhirnya saya tinggal dengan anak saya yang terkecil, anak yang dulu sangat saya kasihi melebihi yang lain karena dia dulu adalah seorang anak yang sangat memberikan kesukacitaan pada kami semua. Tapi apa yang saya dapatkan?"

"Setelah beberapa lama saya tinggal disana akhirnya anak saya dan istrinya mendatangi saya lalu mengatakan bahwa mereka akan mengirim saya untuk tinggal di panti jompo dengan alasan supaya saya punya teman untuk berkumpul dan juga mereka berjanji akan selalu mengunjungi saya."

"Sekarang sudah 2 tahun saya disini tapi tidak sekalipun dari mereka yang datang untuk mengunjungi saya apalagi membawakan makanan kesukaan saya. Hilanglah semua harapan saya tentang anak-anak yang saya besarkan dengan segala kasih sayang dan kucuran keringat. Saya bertanya-tanya mengapa kehidupan hari tua saya demikian menyedihkan padahal saya bukanlah orangtua yang menyusahkan, semua harta saya mereka ambil. Saya hanya minta sedikit perhatian dari mereka tapi mereka sibuk dengan diri sendiri."

"Kadang saya menyesali diri mengapa saya bisa mendapatkan anak-anak yang demikian buruk. Masih untung disini saya punya teman-teman dan juga kunjungan dari sahabat - sahabat yang mengasihi saya tapi tetap saya merindukan anak-anak saya."

Sejak itu sahabat saya selalu menyempatkan diri untuk datang kesana dan berbicara dengan sang Opa.

Lambat laun tapi pasti kesepian di mata sang Opa berganti dengan keceriaan apalagi kalau sekali-sekali teman saya membawa serta anak-anaknya untuk berkunjung.

Sampai hatikah kita membiarkan para orangtua kesepian dan menyesali hidupnya hanya karena semua kesibukan hidup kita.

Bukankah suatu haripun kita akan sama dengan mereka, tua dan kesepian ? Ingatlah bahwa tanpa Ayah dan Ibu, kita tidak akan ada di dunia dan menjadi seperti ini.

Jika kamu masih mempunyai orang tua, bersyukurlah sebab banyak anak yatim-piatu yang merindukan kasih sayang orang tua.

When was the last time you chat to your parent? THEY NEED YOU!

Love your parents in anyway they are...

AkTivASi oTaK TeNGaH

Otak tengah?

Begitu mendengarnya langsung tergambar tanda tanya besar ???? Emang ada ???

Saya langsung brousing di internet dan dapat..

Menurut Albert Einstein dan pendapat para ilmuwan lainnya, mayoritas manusia hanya menggunakan sedikit saja kemampuan otaknya. Lalu bagaimana upaya yang dilakukan manusia untuk meningkatkan kemampuan otaknya? Sebuah metode terbaru telah diluncurkan untuk membangun kecerdasan intelektual dan emosional agar manusia dapat lebih mengoptimalkan kemampuan dirinya sebagai mahluk Tuhan yang paling sempurna.

Memperkenalkan Midbrain Activation atau Mesencephalon Activation atau Aktivasi Otak Tengah yang merupakan sebuah penemuan fenomenal abad ini yang secara efektif mampu meningkatkan kemampuan otak manusia melalui pelatihan khusus untuk anak-anak usia 5-15 tahun dengan metode yang ilmiah : motivasi, senam khusus otak, aneka permainan yang seru dan menyenangkan serta teknologi audio-visual.
Kami Melatih Anak Anda Untuk :

1. Menyeimbangkan otak kiri dan otak kanan
2. Meningkatkan daya konsentrasi
3. Membangun kepercayaan diri
4. Meningkatkan kemampuan daya ingat
5. Meningkatkan kreatifitas
6. Meningkatkan daya tangkap
7. Menstabilkan emosi
8. Membangun intuisi positif
9. Berbudi luhur
10. Peningkatan intelejensia

Pasca aktivasi, mayoritas anak akan mendapatkan "bonus" kemampuan super yakni dapat melakukan berbagai aktivitas : menggambar, membaca, berjalan, menebak kartu walaupun mata mereka ditutup. Bagi yang skeptis dengan mengatakan otak tengah adalah trik sulap/mengintip, nantinya Anda bisa menguji anak sendiri dengan menggunakan media khusus seperti kacamata renang yang telah dicat atau media apapun yang tidak memungkinkan anak untuk mengintip diantara celah matanya.

Kebetulan di Rumah Pintar Korbrimob diadakan kegiatan Aktivasi Otak Tengah.. Yach agak mahal sih tapi penasaran juga..Akhirnya anakku aku ikutkan kegiatan tersebut. Caranya awal anak-anak dibuat serileks mungkin dan diberi kegiatan-kegiatan yang membuat anak2 saling mengenal satu sama lain dan juga membuat mereka capek... Ternyata agar mereka dapat tertidur dengan cepat sehingga gelombang alpha dapat maksimal masuk keotak si anak...

Memang anakku dapat menebak warna tanpa melihat, mewarnai tanpa melihat...tapi apa benar anakku bisa lebih pintar (cepat menerima/tanggap)????

We'll see...

SALAM MEMBAWA REZEKI

Suatu ketika saya berniat silaturahmi ke teman kuliah. Hal itu sudah saya utarakan pada teman tersebut sebelumnya. Rencananya setelah selesai kuliah, kita langsung menuju ke rumah teman tersebut.

Ya, saya mempunyai keinginan untuk lebih menjalin silaturahmi dengan teman-teman. Yakni dengan cara diantaranya berkunjung ke rumah. Di sana bila sudah minum airnya, berarti sudah sampai ke sana.

Setelah selesai kuliah, kita berangkat ke rumahnya. Karena tadi berangkatnya ke kampus bawa kendaraan masing-masing, maka perginya ke rumah teman beriring-iringan.

Sesampai di sana, rumahnya terlihat gelap. Hanya lampu di jalan dan halaman depan saja yang menyala. Sepertinya tidak ada orang. Teman membuka sendiri pintu gerbang dan memasukkan mobilnya ke garasi.

Saat teman melakukan hal itu, saya berdiri menunggu di teras. Saya lihat di garasi ternyata sudah ada mobil lain yang telah terparkir. Dan beberapa sepeda motor juga. Halamannya cukup luas dan asri. Tanamannya seperti dirawat dengan benar. Rumahnya bagus dan bertingkat. Melihat ini semua, saya yakin teman saya termasuk sukses. Cukup makmur.

Saat melihat-lihat itu semua, pundah saya ditepuk. Karena terlalu asyik, saya sampai terkejut. “Mari masuk ke dalam,” katanya. “Wah, kamu sukses ya. Kamu kecukupan materi,” kata saya. “Alhamdulillah,” dia menjawab.

Dia mencari-cari kunci dari tas. Dirogohnya saku tas, sehingga sekarang tangannya membawa sebuah kunci. “Istri dan anak-anak lagi liburan ke desa, mumpung liburan panjang. Sudah semingguan di sana. Minggu kemarin saya antar. Saya tak bisa ikut, karena di samping ada kerjaan, juga ada kuliah kan? Besok pagi saya berangkat menyusul. Karena Senin depan sudah masuk sekolah lagi,” katanya. Ya, kita memang kuliah di hari Sabtu dan Minggu.

Setelah pintunya terbuka, sebelum melangkah masuk dia berucap salam, “Assalammualaikum warahmatullahi wabarakatuh.” Saya heran melihat dia melakukan ini, bukankah sudah jelas rumahnya kosong. Mengapa harus mengucap salam?

Masuklah kita ke rumahnya. Saya duduk di sofa dan memperhatikan perabotan rumahnya. Ya, jelas dia terlihat cukup berhasil dalam entah pekerjaan atau bisnisnya. Mulailah kita ngobrol-ngobrol.

Saat jeda ngobrol karena sepertinya sudah kehabisan topik, saya teringat kelakuan dia yang bersalam ketika masuk ke rumah meski kosong. Saya tanyakan kenapa dia melakukan hal itu.

“Hahaha… kamu cermat melihat sesuatu atau selalu ingin tahu, Suf?” katanya becanda. “Penasaran saja,” jawab saya sekenanya.

“Orang tua selalu mengingatkan saya untuk selalu mengucap salam sewaktu masuk ke rumah kita. Katanya itu akan banyak mendatangkan rejeki. Katanya ada hadits yang dikeluarkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Majah.”

“Dari Abu Umamah, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, “Tiga orang akan dijamin oleh Allah , jika ia hidup Allah akan mencukupkan kebutuhan dan rezekinya, dan jika meninggal Dia akan memasukkan ke dalam surga. Salah satu dari 3 orang itu adalah orang yang memasuki rumahnya, lalu mengucapkan salam, maka ia berada dalam jaminan Allah.”

Dia diam, seperti mencerna haditsnya. Seperti bisa membaca pikiran saya yang melihat kesuksesannya dari apa yang dimilikinya, dia berkata, “Mungkin karena itu, saya sepertinya mendapat rejeki yang selalu mengucur deras. Tentu saja tanpa menisbikan kerja keras, keuletan, kegigihan dan kemampuan saya, anugerah Tuhan berupa rejeki-rejeki yang selalu datang itu membuat saya sukses seperti ini.”

Saya menyimak kata-katanya dengan teliti. Dan saya senang dengan silaturahmi ini, karena mendapat sebuah rahasia rejeki lagi. Rahasia yang sangat mudah bahkan remeh, tapi kita sering mengabaikannya. Saya tersenyum sewaktu pulang ke rumah. Dan bertekad juga untuk mengamalkannya

Sabtu, 09 April 2011

KuMPuLaN KaTa-KaTa BiJaK

Only the man who is in the truth is a free man.
Hanya orang yang berada dalam kebenaranlah orang yang bebas.

Every dark light is followed by a light morning.
Malam yang gelap selalu diikuti pagi yang tenang.

Smile is the shortest distance between two people.
Senyum adalah jarak yang terdekat antara dua manusia.

Real power does not hit hard, but straight to the point.
Kekuatan yang sesungguhnya tidak memukul dengan keras, tetapi tepat sasaran

You have to endure caterpillars if you want to see butterflies.
Anda harus tahan terhadap ulat jika ingin dapat melihat kupu-kupu. (Antoine De Saint)

Laughing is healthy, especially if you laugh about yourself.
Tertawa itu sehat, lebih-lebih jika mentertawakan diri sendiri.

The danger of small mistakes is that those mistakes are not always small.
Bahayanya kesalahan-kesalahan kecil adalah bahwa kesalahan-kesalahan itu tidak selalu kecil.

To be silent is the biggest art in a conversation.
Sikap diam adalah seni yang terhebat dalam suatu pembicaraan.

The worst in the business world is the situation of no decision.
Yang terparah dalam dunia usaha adalah keadaan tidak ada keputusan. (Napoleon).

Dig a well before you become thirsty.
Galilah sumur sebelum Anda merasa haus.

Good manners consist of small sacrifices.
Sopan - santun yang baik yang terdiri dari pengorbanan -pengorbanan kecil.

Ideas are only seeds, to pick the crops needs perspiration.
Gagasan-gagasan hanyalah bibit, menuai hasilnya membutuhkan keringat.

Laziness makes a man so slow that pov erty soon overtake him.
Kemalasan membuat seseorang begitu lamban sehingga kemiskinan segera menyusul.

Those who are able to control their rage can conquer their most serious enemy.
Siapa yang dapat menahan marahnya mampu mengalahkan musuhnya yang paling berbahaya.

Knowledge and skills are tools, the workman is character.
Pengetahuan dan keterampilan adalah alat, yang menentukan sukses adalah tabiat.

12 ExAmPLe SeNTenCe oF NOuN cLaUSe

1. Noun Clauses as Subjects
How you will finish all your homework on time is beyond me.

2. Noun Clauses as Subject Complements
My question is whether you will sue the company for losses.

3. Noun Clauses as Direct Objects
Our dog eats whatever we put in his bowl.

4. Noun Clauses as Object Complements
Her grandfather considers his biggest mistake that he did not finish college.

5. Noun Clauses as Indirect Objects
My parents gave that my brother wants his own car much thought.

6. Noun Clauses as Prepositional Complements
My husband did not think about that I wanted some nice jewelry for my birthday.

7. Noun Clauses as Adjective Phrase Complements
I am pleased that you are studying noun clauses.

8. Noun Clauses as Appositives
That man, whoever is he, tried to steal some library books.

9. Noun Clauses as Statement
I know + Billy made a mistake =
I know that Billy made a mistake.


10. Noun Clauses as question
- George wonders + Does Fred know how to cook? =
George wonders if Fred knows how to cook.

- Why did they leave?
I haven’t any idea why they left.


11. Noun Clauses as request

His brother said, "Leave me alone!"
His brother told him to leave him alone

12. Noun Clauses as exclamation

- They can’t decide whether they should go or stay home.
They can’t decide whether to go or (to) stay home.

- We don’t know whether she speaks Spanish.
We don’t know whether she speaks Spanish or not.
We don’t know whether or not she speaks Spanish.

AbOuT NOuN cLaUSe

Noun clauses perform eight main grammatical functions within sentences in the English language. Both native speakers and ESL students must learn the eight functions to fully and correctly use noun clauses in spoken and written English. The eight functions of noun clauses are:
1. Subject
2. Subject complement
3. Direct object
4. Object complement
5. Indirect object
6. Prepositional complement
7. Adjective phrase complement
8. Appositive

Noun clauses are defined as subordinate or dependent clauses formed by a subordinating conjunction followed by a clause. Noun clauses perform nominal functions, or functions prototypically performed by noun phrases.

1. Noun Clauses as Subjects
The first grammatical function that noun clauses can perform is the subject. Subjects are defined as words, phrases, and clauses that perform the action of or act upon the predicate. For example, the following italicized noun clauses function as subjects:
- Whoever ate my lunch is in big trouble.
- That the museum cancelled the lecture disappoints me.

2. Noun Clauses as Subject Complements
The second grammatical function that noun clauses can perform is the subject complement. Subject complements are defined as words, phrases, and clauses that follow a copular verb and describe the subject. For example, the following italicized noun clauses function as subject complements:
- The truth was that the moving company lost all your furniture.
- The first place winner will be whoever swims the farthest in an hour.

3. Noun Clauses as Direct Objects
The third grammatical function that noun clauses can perform is the direct object. Direct objects are defined as words, phrases, and clauses that follow and receive the action of a transitive verb. For example, the following italicized noun clauses function as direct objects:
- The counselor has been wondering if she chose the right career.
- Do you know when the train should arrive?

4. Noun Clauses as Object Complements
The fourth grammatical function that noun clauses can perform is the object complement. Object complements are defined as words, phrases, and clauses that directly follow and describe the direct object. For example, the following italicized noun clauses function as object complements:
- The committee has announced the winner whoever wrote the essay on noun clauses.
- I have often declared the problem that most students do not understand grammar.

5. Noun Clauses as Indirect Objects
The fifth grammatical function that noun clauses can perform is the indirect object. Indirect objects are defined as words, phrases, and clauses that follow a ditransitive verb and indicate to or for whom or what is action of the verb is performed. For example, the following italicized noun clauses function as indirect objects:
- The judge will give what you said some deliberation during her decision.
- The group has given that most Americans do not support their cause little consideration.

6. Noun Clauses as Prepositional Complements
The sixth grammatical function that noun clauses can perform is the prepositional complement. Prepositional complements are defined as words, phrases, and clauses that directly follow a preposition to complete the meaning of the prepositional phrase. For example, the following italicized noun clauses function as prepositional complements:
- Some people believe in whatever organized religion tells them.
- We have been waiting for whoever will pick us up from the party.

7. Noun Clauses as Adjective Phrase Complements
The seventh grammatical function that noun clauses can perform is the adjective phrase complement. Adjective phrase complements are defined as phrases and clauses that complete the meaning of an adjective phrase. For example, the following italicized noun clauses function as adjective phrase complements:
- The toddler was surprised that throwing a tantrum did not get him his way.
- My brother is angry that someone dented his new car.
Noun clauses most often function as adjective phrase complements when the adjective phrase is performing the function of subject complement.

8. Noun Clauses as Appositives

The eighth grammatical function that noun clauses can perform is the appositive. Appositives are defined as words, phrases, and clauses that describe or explain another noun phrase. For example, the following italicized noun clauses function as appositives:
- The problem, that the storm knocked out power, is affecting the entire town.
- Your question, whether you should wear the blue dress or pink one, is frivolous in the situation.

The eight functions of noun clauses in English are subject, subject complement, direct object, object complement, indirect object, prepositional complement, adjective phrase complement, and appositive. Both native speakers and ESL students must learn the eight functions in order to properly and fully use the English language in both spoken and written forms.

Noun clauses are clauses that are a function as a noun. Accordance to type of original sentence, noun clause can be classified as 4 sentences are :

1. Statement
a. Conjunction word is "that"
b. Clause Function as :
1) Subject Sentence
Kangaroo lives in Australia (statement)
That Kangaroo lives is Australia is well known to all (Noun Clause)
2) Subject Sentence after “it”
It is well known to all that Kangaroo lives in Australia
3) Object complementation
My conclusion is that Kangaroo lives in Australia
4) Object verb
All people understand well that Kangaroo lives in Australia
5) Appositive
My conclusion that Kangaroo lives is Australia is correct.

2. Question
a. Yes/No Question
1) Conjunction word is " whether (or not/or if)"
2) Clause Function as :
a) Subject sentence
- Can she drive the car? (Question)
- Whether she can drive the car doesn't concern me. (Noun Clause)
= Whether or not she can drive the car doesn't concern me. (Noun Clause)
= Whether she can drive the car or not doesn't concern me. (Noun Clause)
= Whether or if she can drive the car doesn't concern me. (Noun Clause)

b) Object complement
My question is whether she can drive the car.

c) Object verb
I really wonder whether she can drive the car (or not).

d) Object preposition
We discussed about whether she can drive the car.

b. Wh- Question
1) Conjunction word is "question its self"
2) Clause Function as :

a) Subject sentence
- What is he doing? (Question)
- What she is doing doesn't concern me. (Noun Clause)

b) Object complement
My question is what she is doing.

c) Object verb

I really wonder what she is doing.
d) Object preposition
We discussed about what she is doing.

3. Request
1) Conjunction word is "that"
2) Clause Function as :
a) Subject sentence
- Read the book! (Request)
- He suggested that I read the book. (Noun Clause)

4. Exclamation
1) Conjunction word is " question that use at the sentence its self "
2) Clause Function as :
a) Subject sentence
- What a pretty girl she is? (Exclamation)
- I never realize what a pretty girl she is. (Noun Clause)

b) Object preposition
We are talking about what a pretty girl she is.


The following word of noun clause :

1. Noun clauses that begin with a question word:
The following question words can be used to introduce a noun clause:
When, where, why, how, who, whom, what, whish, whose.

Where does she study?
I can find where she studies.

What time is it?
I don’t know what time it is.

What did he say?
Do you know what he said?

The question word order (do, did, does) is not used in the noun clause.

2. Noun clauses with who what whose + BE:
Who is this boy? (Verb subject)
I know who this boy is.

Whose book is this? (Verb subject)
I don’t know whose book this is.

A noun or pronoun that follows the main verb BE in
a question comes in front of BE in a noun clause.

Who is in the car? (Verb subject)
Do you know who is in the car?

Whose book is on the table? (Verb subject)
I know whose book on the table.

3. A prepositional phrase does not come in front of BE in a noun clause.

Who comes to the party?
Tell us who comes to the party.

What happened?
Can you please tell me what happened?

When the subject of a question is the question word: who & What, usual question word order is no used. In this case the word order is the same in both the question and the noun clause.

4. Noun clauses which begin with IF or WHETHER:
Are you ready?
I don’t know if you are ready. (Object)

Did you write a letter?
Tell us if you wrote a letter.

Does she like speaking ?
I wonder if she likes speaking.

When a YES/NO question is changed to a noun clause, IF is used to introduce a clause.

"Or not" can come at the end of the noun clause.
"Or not" comes immediately after whether, but not after if.


5. Noun clauses which begin with THAT:
I think that the test was complicated.
(=Noun clause = Object of the verb think)

The word THAT introduces a noun clause. That-clauses are frequently used as the objects of verbs which express mental activity.

She hopes he can come over.
The word that is often omitted, especially in speaking.

Common verbs followed by that-Clauses Assume that - Believe that - Discover that - Dream that - Guess that - Hear that - Hope that - Know that - Learn that - Notice that - Predict that - Prove that - Realize that - Suppose that - Suspect that - Think that – Agree that - Conclude that - Decide that - Demonstrate that - Doubt that - Fear that - Feel that - Figure out that - Find out that - Forget that - Imagine that - Indicate that - Observe that - Presume that - Pretend that - Read that - Recall that - Recognize that - Regret that - Remember - Reveal that - Show that - Teach that - Understand that - …

6. Noun clauses which Substituting SO for that-clauses in conversational responses:
Is he here?
I think so. (So = that he is here)

Does she think like you?
I believe so.

Did they see you?
I hope so.

Think, believe, and hope are followed by SO in conversational English in response to a YES/NO question.

So replaces that-clause.
Are you ready?
I don’t think so. (I don’t think that I am ready)
I don’t believe so.
I hope not.

Note the negative usage of think, believe and hope.

Other expressions:
Guess so, guess not - suppose, suppose not - be afraid so, be afraid not.

7. Noun clauses which Questions words followed by infinitives :
She doesn’t know what she should do.
She doesn’t know what to do.

He told him where he could find a key.
He told him where to find a key.

Tell her how she can solve this issue.
Tell her who can solve this issue.

Questions words and whether may be followed by an infinitive.
The meaning expressed by the infinitive is either should or can/could.

Sources
Hopper, Paul J. A Short Course in Grammar. W.W. Norton & Company: New York, 1999.
Huddleston, Rodney. Introduction to the Grammar of English. Cambridge University Press: Cambridge, 1984.
The English Sentence. All rights reserved 2002.

Jumat, 08 April 2011

EffecTivE WriTinG TiPs FoR ChiLdrEn

the children need to have special skills in writing so when the test progresses, the questions can be answered properly, so they can write more effectively. Here are tips that can be distributed to the children :

Active listening
Ask yourself, "What teachers expect from me to learn? Why? What did he say? How does that relate to the subject? Does it matter? Is it something I should be sure to remember?" Asking these questions will makes it easy to separate what is important from what is not important.

Active Observing
Notice the clues obtained from teachers and reading materials. Instructions in the reading materials can be titles, bold, italics, images, graphs, and diagrams. Several books contain chapters describing important topics. Look at the section and chapter summaries. Note the conclusion of the author or the teacher.

Also, note the physical guidelines from the teacher. Each teacher has a unique style, we can capture the important points by becoming familiar with that style. Turn the antenna to facial expressions, gestures, body movements and when teachers go up or down vote. Notice when he repeated an idea or words, and full attention to what he wrote on the blackboard. Make sure to always sit in the front - would be easier to capture such an important clue.

Participate
If you do not understand something or have questions about it, ask! Join in the discussion. Some people hold back, worrying about other people's thoughts. The survey shows that people in the audience usually participate. Anyway the worst thing to what other people think - that we are selfish because they want to get new knowledge?

Preview
If we knew what would be discussed by the teacher, a preview of the material and seek information as possible about the material before. Having some knowledge will help us to identify critical points in the learning process.

So, What’s else made children can write effectively?

Selasa, 05 April 2011

ThE EffEct oF FacEbOOk

After booming the hot-chase Nova-Ari whom admit love each other then declare their relationship by showing they have sex before married in facebook. So.. Facebook is become more attention by the negative side. Within connector social website whom famous namely Facebook. Nova-Ari meet in real world and then continuous with dating.

Not only Nova-Ari chase.. There is a chase about disappeared a girl age 20th from Bantul Jogjakarta. And another chase is female from Jambi that is a student of university in Semarang. Until now, no one knows where is that girl had been gone. Just a little information that the last time shown with her boyfriend from Brebes… Same story, they are first meet in Facebook…

Oh ya… there is another chase again. There are 4 students had got suspension from their school because they are humiliation one of their teacher. Guest what… They do it in Facebook…

Bro and sist… New fact line for today are…
The negative side of facebook need more attention of all. Hoping that all chases above doesn’t happen to us. No way!!!
This fact also need to make sure for all of us that the technology still have positive side and negative side. We have to protect our self for this reality. Beware….

Senin, 28 Maret 2011

ThE AnGLe

Somewhere….outhere….
There is hope and aim
Who can make you can look forward .. far…far away
When the night so hazy
And your love still frisky
Fly away beyond time and cavity

And then… in the half past night
You’re awake, realize to fire the candle
Going on to finish the dream
Dreaming for the true love

Keep moving on to walk in this road my dear
Disseminate goodness and stop barbarism
Even spine pricking the feet
Even gravel chopping the flat hand
Until you’re tired
Until you’re sweet
And until you’re bespattered with blood

But believe this…
You’re angel always smiling at you….

Jumat, 04 Maret 2011

16 TENSES IN ENGLISH

16 TENSES IN ENGLISH

1. Simple Present Tense
S + V1 + O
Ex : I write a letter
She writes a letter

2. Simple Past Tense
S + V2 + O
Ex : I wrote a letter
She wrote a letter

3. Present Future Tense
S + will or shall + V1 + O
Ex : She will write a letter

4. Past Future Tense
S + would + V1 + O
Ex : She would write a letter

5. Present Prefect Tense
S + have or has + V3 + O
Ex : I have written a letter
She has written a letter

6. Past Prefect Tense
S + had + V3 + O
Ex : She had written a letter

7. Present Continuous Tense
S + was or were + V-ing + O
Ex : She is writing a letter

8. Past Continuous Tense
S + will or shall + V1 + O
Ex : She will write a letter

9. Present Prefect Continuous Tense
S + have or has + been + V-ing + O
Ex : I has been writing a letter
She have been writing a letter

10. Past Prefect Continuous Tense
S + had + been + V-ing + O
Ex : I had been writing a letter

11. Present Future Continuous Tense
S + will + be + V-ing + O
Ex : She will be writing a letter

12. Past Future Continuous Tense
S + would + be + V-ing + O
Ex : She would be writing a letter

13. Present Future Prefect Tense
S + will + have + been + V3 + O
Ex : She will have been written a letter

14. Past Future Prefect Tense
S + would + have + been + V3 + O
Ex : She would have been written a letter

15. Present Future Prefect Continuous Tense
S + will + have + been + V-ing + O
Ex : She will have been writing a letter

16. Past Future Prefect Continuous Tense
S + would + have + been + V-ing + O
Ex : She would have been writing a letter

Ok guys… hope its help U up…



Minggu, 23 Januari 2011

tugas III

SURAT KELUHAN


Kasus Surat

1 Anda adalah kepala Human Resource Department sebuah perusahaan. Berhubung akan ada kunjungan mendadak dari tim pemeriksa keuangan, maka anda menginstruksikan kepada seluruh staff untuk menghadiri rapat koordinasi. (nama perusahaan dan jadwal rapat boleh anda kreasikan sendiri)
Memo

2 Anda baru saja membeli 1 unit computer untuk kebutuhan kantor, ketika anda mencoba mengoperasikannya dan mencek kapasitas memory computer tersebut, ternyata tidak sesuai dengan spesifikasi seperti yang tertulis di buku manual/brosurnya. Anda merasa tidak puas dan menulis surat komplain kepada supplier. (Nama supplier dan alamat boleh anda kreasikan sendiri)
Letter of complaint

3 Di perusahaan anda ada seorang karyawan yang menunjukkan penampilan kerja yang tidak bagus. Anda sudah memberikan peringatan secara lisan sampai 2x tapi tidak ada perbaikan seperti yang anda harapkan. Akhirnya anda memutuskan menulis surat peringatan kepada yang bersangkutan. (Nama karyawan dan poin-poin kesalahan boleh anda kreasikan sendiri)
Warning letter.


Contoh surat keluhan

Complaint concerning damaged goods (Keluhan yang berkaitan dengan barang yang rusak)

The writer of this letter points out damage which was discovered after checking the consignment. Any suggestion that the damage to the goods is due to faulty packing is tactfully avoided.


Dear Sirs


OUR ORDER NUMBER R569


We ordered 160 compact discs on 3 January 2011 and they were delivered yesterday. I regret that 18 of them were badly scratched.


The package containing these goods appeared to be in perfect condition and I accepted and signed for it without question. It was on unpacking the compact discs the damage was discovered: I can only assume that this was due to careless handling at some stage prior to packing.


I am enclosing a list of the damaged goods and shall be glad if you will replace them. They have been kept aside in case you need them to support a claim on your suppliers for compensation.


Yours sincerely

Goodluck.

Jumat, 21 Januari 2011

kasus mafia pajak

Kasus KKN yang terjadi seperti kasus mafia pajak oleh gayus tambunan yang menghancurkan jalan bisnis dan politik di Indonesia.
Gayus Halomoan P. Tambunan - profil sosok pegawai negri yang fenomenal ini sedang marak dibicarakan di media masa dan media elektronik saat ini, namanya muali dikenal saat pengumuman susno duaji menyangkut markus yang terjadi di tubuh polri, Gayus Tambunan merupakan salah satu naman yang disebut-sebut oleh mantan kabareskrm susno duaji ini, seperti halnya profil marzuki alie yang juga kontroversial karena kasus penutupan sindang paripurna yang katanya sepihak, akan tetapi si gayus ini sensasional karena kekayaanya,
Profil Gayus Halomoan P. Tambunan dimana dia sebagai pegawai negri sipil III-A, Gayus, sehari-hari cuma menjadi penelaah keberatan pajak (banding) perorangan dan badan hukum di Kantor Pusat Direktorat Pajak dengan Usianya baru 30 tahun. Tapi, dia bisa disebut salah satu pegawai negeri terkaya di Indonesia. Tabunganya Rp 25 miliar. Pekerjaan itulah yang membuat dia "sakti".
KKN di Indonesia sudah dapat dikatakan “lingkaran setan”. Dari mulai struktur pemerintahan di lini bawah sampai lini atas yang saling berhubungan merupakan celah untuk melakukan KKN.
Sebenarnya apanya yang salah, system pemerintahan atau sumber daya manusianya?
Aparat penegak hokum
Kepolisian
Saat namanya disebut oleh mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Susno Duadji orang pun geger. Sepak terjangnya diduga terkait makelar kasus. Susno menyebutkan Gayus memiliki Rp 25 miliar di rekeningnya, namun hanya Rp 395 juta yang dijadikan pidana dan disita negara. Sisanya Rp 24,6 miliar menguap entah ke mana.
Susno menuduh ada empat petinggi Polri yang terlibat pencairan itu. Mereka adalah Brigadir Jenderal EI dan RE serta sejumlah perwira di Mabes Polri terlibat manipulasi pengusutan pajak. Menurut dia, barang bukti senilai hampir Rp 24,6 miliar dicairkan tanpa prosedur yang wajar. Direktur II Ekonomi Khusus Bareskrim Mabes Polri Brigadir Jenderal Raja Erizman membantah tudingan Susno. Menurut dia, pencairan itu sudah sah.
Kejaksaan
- Uang Rp 24,6 miliar itu juga disebut-sebut mengalir ke pengusaha Andi Kosasih. Dia adalah pengusaha terkenal di Batam. Dia terkenal sebagai pengusaha garmen dan kabarnya juga punya pelabuhan. Kawan-kawannya mengenal dia dekat dengan pemerintah setempat. Gayus, menurut jaksa yang mengadilinya, Cyrus Sinaga, bertemu dengan Andi Kosasih di pesawat. "Pada 2002 pernah satu pesawat dengan Gayus, kemudian berteman dan bersangkutan mengadakan perjanjian investasi pengelolaan ruko dalam wilayah DKI Jakarta," kata Andi.
- Keanehan lainnya, biasanya di Pengadilan Negeri Tangerang setiap Jumat tidak digelar persidangan pidana atau perdata, yang ada hanya sidang tilang. Vonis Gayus dijatuhkan pada hari Jumat.
- Keanehan ketiga, jaksa hanya menuntut Gayus dengan pasal penggelapan. Menurut Satuan Tugas, terdakwa diduga melakukan pencucian uang dan korupsi.
- Pada 22 Desember 2010, jaksa menuntut Gayus hukuman penjara 20 tahun dan membayar denda Rp 500 juta.
JPU menjerat Gayus dengan 4 dakwaan sekaligus atas dua perkara, yakni perkara mafia pajak terkait penanganan keberatan beberapa wajib pajak dan perkara mafia hukum terkait menyuap penyidik Polri, menyuap hakim, dan memberikan keterangan palsu.
Dalam kasus mafia pajak, Gayus didakwa bersama-sama dengan 4 orang atasannya di Ditjen Pajak, antara lain Humala SL Napitupulu dan Maruli Pandapotan Manurung, telah melakukan pidana korupsi terkait penanganan kasus dugaan korupsi dalam penanganan keberatan pajak PT Surya Alam Tunggal Sidoarjo (SAT).
Akibatnya PT SAT yang harusnya kena pajak, menjadi tidak kena pajak. Negara pun mengalami kerugian keuangan negara sebesar Rp 570.952.000. Gayus dijerat Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, serta Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kehakiman
- Dalam kasus pajak ini Gayus dituntut kepolisian dengan tiga pasal, yakni pasal penggelapan, pencucian uang, dan korupsi. Nah, di sinilah "kesaktian" Gayus yang menurut Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum janggal. Dia persidangan dia hanya dituntut dengan pasal penggelapan. Hakim memvonisnya dengan hukuman 1 tahun percobaan. Belakangan dia dibebaskan. Satuan Tugas mencium tiga kejanggalan pengadilan Gayus. Pertama, soal ancaman hukuman, yang ternyata jauh lebih ringan dari ketentuan undang-undang. Dalam undang-undang disebutkan, pelaku tindak pidana pencucian uang mestinya dihukum paling sedikit 5 tahun penjara dan paling lama 15 tahun penjara dengan denda Rp 100 juta atau maksimal denda Rp 15 miliar. Majelis hakim hanya menghukum satu tahun percobaan. Artinya, Gayus bebas. Hebat bukan?
- Terdakwa kasus mafia pajak Gayus Tambunan dihukum 7 tahun penjara dan denda Rp 300 juta. Hukuman ini jauh lebih ringan dengan tuntutan jaksa yang 20 tahun dan denda Rp 500 juta.
“Menjatuhkan pidana oleh karena itu dengan pidana penjara selama 7 tahun dan denda Rp 300 juta rupiah,” ujar ketua majelis hakim Albertina Ho di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jl Ampera Raya, Jakarta, Rabu (19/1/2011).
- Pada kasus mafia hukum, Gayus bersama-sama dengan Haposan Hutagalung didakwa telah menyuap penyidik Polri yang salah satunya adalah Kompol Arafat Enanie. Kemudian Gayus juga didakwa telah menyuap hakim Muhtadi Asnun agar membebaskan dirinya dari jeratan hukum, dengan memberikan uang sebesar 40 ribu dollar AS.
- Terakhir, Gayus didakwa telah dengan sengaja memberi keterangan yang tidak benar untuk kepentingan penyidikan. Gayus disangka telah memberikan keterangan palsu kepada penyidik Bareskrim Polri tentang asal usul harta bendanya. Gayus dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, kemudian Pasal 6 ayat (1) huruf a UU Tipikor, serta Pasal 22 jo asal 28 UU Tipikor.

ANALISA HUBUNGAN BENTUK BIROKRASI NEGARA MAJU DENGAN NEGARA BERKEMBANG DALAM MENGATASI KEBUTUHAN MASYARAKAT

A. PENDAHULUAN

Manusia sebagai makhluk social selalu berinteraksi dengan lingkungan social dan lingkungan alam dimana dia berada. Dalam setiap lingkungan terdapat aturan / nilai yang merupakan bagian dari kearifan social yang berkembang menjadi pranata social yang kemudian membentuk institusi guna mengakomodir pola pemenuhan kebutuhan masyarakatnya. Akan tetapi pranata tersebut tidak selamanya berfungsi dalam pemenuhan kebutuhan tersebut sehingga mereka mengadakan hubungan yang disebut Dyadik (Soekanto,1986). Hubungan Dyadik terdapat pihak yang menempati posisi superior disebut sebagai Patron dan ada pihak yang menempati posisi Inferior atau Klien.

Bermula dari tulisan James Scott (Moral Petani, perlawanan kaum petani,dll) (1972) menyatakan hubungan patron-kilen merupakan “suatu kasus khusus hubungan antara dua orang yang sebagian besar melibatkan persahabatan instrumental, dimana seseorang dengan status social ekonomi lebih tinggi (Patron) menggunakan pengaruh dan sumber daya untuk memberikan perlindungan / keuntungan kepada seseorang dengan status lebih rendah (Klien) yang pada gilirannya membalas membalas pemberian tersebut dengan dukungan dan bantuan, termasuk jasa pribadi kepada Patron”.
Istilah ‘patron’ berasal dari ungkapan bahasa Spanyol yang secara etimologis berarti ‘seseorang yang memiliki kekuasaan (power), status, wewenang dan pengaruh’ (Usman, 2004: 132). Sedangkan klien berarti ‘bawahan’ atau orang yang diperintah dan yang disuruh. Selanjutnya, pola hubungan patron-klien merupakan aliansi dari dua kelompok komunitas atau individu yang tidak sederajat, baik dari segi status, kekuasaan, maupun penghasilan, sehingga menempatkan klien dalam kedudukan yang lebih rendah (inferior), dan patron dalam kedudukan yang lebih tinggi (superior). Atau, dapat pula diartikan bahwa patron adalah orang yang berada dalam posisi untuk membantu klien-kliennya (Scott, 1983: 14 dan Jarry, 1991: 458). Pola relasi seperti ini di Indonesia lazim disebut sebagai hubungan bapak-anak buah, di mana bapak mengumpulkan kekuasaan dan pengaruhnya dengan cara membangun sebuah keluarga besar atau extended family (Jackson, 1981: 13-14). Setelah itu, bapak harus siap menyebar luaskan tanggung jawabnya dan menjalin hubungan dengan anak buahnya tersebut secara personal, tidak ideologis dan pada dasarnya juga tidak politis. Pada tahap selanjutnya, klien membalas dengan menawarkan dukungan umum dan bantuan kepada patron (Scott, 1993: 7-8 dan Jarry, 1991: 458). Hubungan patron-klien itu sendiri telah berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Untuk pemahaman lebih lanjut mengenai hubungan semacam ini, ada baiknya memperhatikan defenisi sebagaimana yang dikemukakan oleh Lande sebagai berikut (Lande, 1977: xx):
Sedangkan Scott juga mengungkapkan pemahamannya tentang hubungan patron-klien, sebagaimana berikut ini (Scott, 1972: 92):
Relationship in which an individual of higher socio-economis status (patron) uses his own influence and resources to provide protection or benefits or both, for a person of a lower status (client) who for his part reciprocates by offering general support and assistance, including personal service, to the person.
Pendapat yang hampir serupa juga diketengahkan oleh Palras, dimana menurutnya hubungan patron-klien adalah suatu hubungan yang tidak setara, terjalin secara perorangan antara seorang pemuka masyarakat dengan sejumlah pengikutnya (Palras, 1971: 1). Lebih lanjut, Palras mengungkapkan bahwa hubungan semacam ini terjalin berdasarkan atas pertukaran jasa, dimana ketergantungan klien kepada patronnya dibayarkan atau dibalas oleh patron dengan cara memberikan perlindungan kepada kliennya.
Terjadinya pertukaran barang atau jasa dalam relasi ini karena orang yang memiliki surplus akan sumber-sumber atau sifat-sifat yang mampu memberikan reward cenderung untuk menawarkan berbagai macam pelayanan atau hadiah secara sepihak. Dalam hal ini mereka dapat menikmati sejumlah besar reward yang berkembang dengan statusnya yang lebih tinggi akan kekuasaan atau orang lain. Dengan ungkapan lain dapat dikatakan bahwa orang yang selalu menerima kemurahan hati secara sepihak harus menerima posisi sub-ordinasi yang berarti suruhan atau obyek (Ngatijah, 1987: 30).
Adanya perbedaan dalam transaksi pertukaran barang atau jasa akibat terdapat pihak yang berstatus sebagai superior di satu sisi dan pihak yang berstatus sebagai inferior di sisi lain berimplikasi pada terciptanya kewajiban untuk tunduk hingga pada gilirannya memunculkan hubungan yang bersifat tidak setara (asimetris). Hubungan semacam ini bila dilanjutkan dengan hubungan personal (non-kontraktual) maka akan menjelma menjadi hubungan patron-klien. Oleh karena itu, Wolf menekankan bahwa hubungan patron-klien bersifat vertikal antara seseorang atau pihak yang mempunyai kedudukan sosial, politik dan ekonomi yang lebih tinggi dengan seseorang atau pihak yang berkedudukan sosial, politik dan ekonominya lebih rendah. Ikatan yang tidak simetris tersebut merupakan bentuk persahabatan yang berat sebelah (Wolf, 1983: 152-153).
Berdasarkan beberapa paparan pengertian di atas, maka kemudian terdapat satu hal penting yang dapat digarisbawahi, yaitu bahwa terdapat unsur pertukaran barang atau jasa bagi pihak-pihak yang terlibat dalam pola hubungan patron-klien. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pola hubungan semacam ini dapat dimasukkan ke dalam hubungan pertukaran yang lebih luas, yaitu teori pertukaran. Adapun asumsi dasar yang diajukan oleh teori ini adalah bahwa transaksi pertukaran akan terjadi apabila kedua belah pihak dapat memperoleh keuntungan-keuntungan dari adanya pertukaran tersebut.
Sebagai seorang ahli yang banyak berkecimpung dengan tema-tema seputar patronase, Scott memang tidak secara langsung memasukkan hubungan patron-klien ke dalam teori pertukaran. Meskipun demikian, jika memperhatikan uraian-uraiannya mengenai gejala patronase, maka akan terlihat di dalamnya unsur pertukaran yang merupakan bagian terpenting dari pola hubungan semacam ini. Menurut pakar ilmu politik Universitas Yale Amerika Serikat ini, hubungan patron-klien berawal dari adanya pemberian barang atau jasa yang dapat dalam berbagai bentuk yang sangat berguna atau diperlukan oleh salah satu pihak, bagi pihak yang menerima barang atau jasa tersebut berkewajiban untuk membalas pemberian tersebut (Scott, 1992: 91-92).

B. PEMBAHASAN

Menurut James Scott agar hubungan patronase dapat berjalan dengan mulus, maka diperlukan unsure-unsur tertentu yaitu :

1. Apa yang diberikan oleh satu pihak adalah merupakan sesuatu yang berharga dimata pihak lain, baik yang berupa pemberian barang maupun jasa (pekerjaan) dan bias dalam berbagai macam ragam bentuk pemberian.
2. Adanya hubungan timbale balik, dimana pihak yang member bantuan merasa mempunyai suatu kewajiban untuk membalas pemberian tersebut.

Ditambahkan Scott, bahwa adanya unsure timbale balik maka hubungna patronase dapat dibedakan dengan hubungan yang bersifat pemaksaan (coercion), oleh karena itu hubungan patronase perlu didukung oleh norma – norma masyarakat yang memberikan peluang kepada klien untuk melakukan penawaran, artinya apabila salah satu pihak merasa dirugikan maka dia dapat menarik diri tanpa dikenal sanksi apapun.

Berhubungan dengan birokrasi Megara maju dengan Negara berkembang, saat ini dapat di katakan bahwa team sukses globalisasi benar-benar sukses dalam menjalankan misinya. ”Jelas misi globalisasi ini adalah misi kapitalis”, sebab tidak membedakan target konsumen halnya negara maju dan negara berkembang. Untuk negara maju halnya Amerika, Jepang, Ingris dan sekutunya yang lain tentu mereka hanya akan bersaing dalam hal pengembangan produk dan kwalitas produk akan tetapi dalam hal keuntungan finansial justru negara berkembanglah yang menjadi target konsumen daripada negara maju tersebut. halnya indonesia dan banyak negara berkembang lainnya.

Di Indonesia sistem feodal kolonialisme ternyata masih berlaku, hamlike dalam Downing (ed), 1990 : 224 (blog spot fajar jur) mengatakan ”ketidak seimbangan ini lalu menjadi masalah krusial dalam hubungan internasional antara negara pinggir yang masih mengalami postcolonial subject.

Nilai dan ide baru sebagai bentuk budaya baru di bawa dan di perkenalkan kepada negara pinggir oleh negara inti semenjak kolonialisme masih eksis sampai masa-masa setelah mereka angkat kaki di lestarikan terus sampai sekarang adalah sebagai berikut :

1. dalam hal kebutuhan teknologi dan informasi masyarakat konsumen di hadapkan dengan patokan harga mau tidak mau beli, dan salah satu motifasinya selain kebutuhan adalah pristise.Intinya negara berkembang seperti Indonesia adalah Negara konsumen sebagai lahan subur bagi negera maju. Tidak hanya dalam hal kebutuhan dan pristise, budaya patronase yang dulunya hanya berkembang di kalangan para tokoh halnya ulama, priayi, penguasa dan lain sebagainya, saat ini berkembang pada tingkat kapitalisme global. Menurut Marx dan Enggels (Story (ed), 1994 : 196) dengan penguasaan kekuatan material masyarakat kelas yang berkuasa, akan menguasai kekuatan intelaektual
2. Artinya ide-ide kelas yang berkuasa (ruling class) akan sekaligus menjadi ide-ide yang berkuasa (ruling ideas). Sehingga kemudian gramci (Story (ed), 1994:215), menyatakan bahwa kelas sosial menjalankan kekuasaannya melalui dua metode yaitu : melaui dominasi dan kepemimpinan moral dan intelektual, yang di istilahkan oleh gramsci sebagai hegemoni
3. Dulu, masyarakat ketika akan memilih informasi atau sebuah pemahaman yang tepat maka pilihannya akan terbatas pada dengan siapa seseorang atau masyarakat tersebut mengkultuskannya (budaya patrone). Tokoh masyarakat, ulama, priayi dan penguasa adalah pilihan ketika akan memilih dan melakukan sesuatu. Dan di lain sisi masyarakat dulu (katakanlah masyarakat rezim Soeharto) masih terbebani dengan imperatif-imperatif lama yang menganjurkan pilihan-pilihan terbatas. Dan saat ini masyarakat telah menjadi generasi multitasking. Generasi multitasking sebuah generasi yang tidak lagi tebebani dengan imperatif-imperatif lama.

Patron tidak diberatkan lagi oleh seseorang bahkan wilayah, akan tetapi patron di hadapkan dengan pilihan-pilihan dan suguhan yang setiap hari lewat dalam kehidupan masyarakat.

Contoh-contoh Patronase

1. Patronase bisnis

Krisis keuangan global yang bersumber dari Amerika Serikat, menjalar kemana-mana. Termasuk ke Indonesia. Indeks Bursa Efek Indonesia terus melorot. Rupiah terus tertekan, meski Bank Indonesia tak henti melakukan intervensi.

Di tengah situasi seperti ini, tak ada jalan lain, kecuali negara harus mendorong profesionalisme kelas menengah di sektor industri, terutama sektor riil. Ekonomi berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pertanian, kemaritiman, industri kreatif dan usaha kecil-menengah (UKM), harus diperkuat agar Indonesia tak oleng dan tumbang oleh imbas krisis keuangan AS secara masif.

Dalam kunjungannya ke Korea Selatan tahun lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengungkapkan untuk menciptakan keadilan dan pemerataan, oligarki ekonomi harus dicegah. Karena itu, pemerintah akan mengatur 'dwifungsi' politisi, yakni pejabat yang melakukan bisnis.
Umumnya, 'dwifungsi' politisi membangun patronase bisnis. Mereka memanfaatkan adagium bahwa politik dan bisnis, khususnya saat negara industri baru Asia mulai membangun ekonominya, adalah sesuatu yang tak terpisahkan.

Layaknya sekeping mata uang logam, pembentukan elite bisnis di Indonesia juga berjalan seiring dengan perkembangan kekuasaan politik yang ada. Melalui program Benteng di masa Presiden Soekarno, konglomerasi Orde Baru, hingga kebijakan proteksionisme, adalah bukti eratnya hubungan itu. Tak heran jika kemudian praktik patronase bisnis ini makin marak.

Pola-pola patronase bisnis inilah yang sebenarnya menjadi 'ketakutan' Presiden SBY. Karena patronase ini menyuburkan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. "Anjloknya indeks harga saham di pasar modal, mencerminkan masih rapuhnya sektor finansial karena tak ditopang sektor riil yang tangguh," kata Hendri Saptarini, ekonom Econit.

Patronase bisnis selama ini hanya membuat pengusaha atau kelas menengah tak kompetitif. Orde Baru membuktikan patronase bisnis telah menghancurkan ekonomi bangsa. Ironisnya, dia muncul dalam wujud lain di era reformasi. Sehingga muncul kecenderungan, kelas menengah ke atas semakin kaya dan kuat, sementara kelas bawah makin miskin dan rentan.
Berkembangnya praktik patronase bisnis di era Orba dan era reformasi menunjukkan sentralisasi ekonomi dan politik menjadikan negara sebagai aktor sentral. Negara tumbuh menjadi otoriter birokratis rente yang melahirkan para pemburu rente di kalangan pejabat pemerintah. Sebaliknya, masyarakat sipil menjadi semakin lemah.

Selain itu, diskriminasi ekonomi juga terjadi. Pengusaha yang memiliki patron politik umumnya lebih mudah dalam mengembangkan bisnisnya.
SBY-JK pasti belum lupa bahwa keinginan negara untuk membentuk kelompok pemodal domestik yang diharapkan mampu menggantikan posisi keduanya ternyata banyak yang gagal. Hal yang serupa terjadi pada masa Orde Baru. Keterlibatan negara dalam pembentukan pengusaha-pengusaha domestik tersebut justru berakibat semakin berkembangnya praktik-praktik patronase bisnis.

Patronase bisnis semakin berkembang pesat ketika Indonesia mendapatkan pemasukan yang berlimpah dari terjadinya boom minyak bumi. Masa ini disebut sebagai masa kejayaan patronase bisnis di Indonesia.

Yoshihara Kunio, akademisi ahli kajian Asia Tenggara, menyebutnya sebagai erzats capitalism atau kapitalisme semu. Dan, itu terbukti belakangan, saat patronase bisnis menumpukan beban di pundah bangsa dalam bentul BLBI Rp 650 triliun, sebuah angka yang fantastis.

Kini dengan krisis keuangan global, patronase bisnis wajib diakhiri. Kelas menengah tak boleh lagi mengulangi kesalahan yang sama dengan era Orde Baru. Sebab hanya keledai dungu yang terantuk batu yang sama untuk kedua kali. Apalagi sampai tiga kali.

2. Patronase agama

Melemahnya nilai-nilai tradisional agama, dalam kehidupn politik local tergambar pada data yang diperoleh dalam studi lapangan yang menggambarkan bahwa terdapat kecenderungan dari jamaah tarekat Qadiriyah dalam menentukan sikap politiknya berdasarkan pandangan teologis bahwa Hak menentukan pilihan partai bukan kewajiban agama (62%), maka bisa saja terjadi perbedaan antara sikap politik elite agama dengan para jamaahnya dalam afiliasi politiknya, Sisi lain dalam studi ini ditemukan bahwa ketika peneliti mentabulasi silang antara sikap teologis dengan kecenderungan afiliasi politik tarekat Qadiriyah ditemukan kecenderungan jamaah untuk tidak mengikuti pilihan politik annangguru, tidak bisa dilepaskan dari warisan pendidikan politik Orde Baru ketika itu yang sangat dominan melakukan depolitisasi Islam, bahwa amalan tarekat itu harus dibedakan dan dipisahkan dari pilihan politik, sementara Pemilu itu adalah hak pribadi masing-masing warga negara untuk menentukan pilihan politiknya.

Klarifikasi terhadap data faktual yang ditemukan di lapangan lalu kemudian di-cross check melalui wawancara mendalam ditemukan bahwa pilihan partai jama’ah tarekat tergolong rasional karena di samping kondisi politik di era reformasi membuka ruang yang lebar dalam hal partisipasi politik rakyat, namun tidak menutup kemungkinan terjadi money politic dalam pemungutan suara, karena rentangnya persoalan sosial dan ekonomi yang dialami oleh kebanyakan umat Islam.

Ikatan emosional yang merupakan basis solidaritas sosial penganut tarekat mulai melemah ketika kepentingan politik memasuki wilayah tarekat, hal ini dapat terjadi disebabkan oleh karena pertimbangan politik lebih didasarkan kepada hal-hal yang lebih pragmatis-rasional, sehingga ummat (jamaah tarekat) sebagai kesatuan sosial mencair bersamaan dengan semakin pudarnya ikatan emosi keagamaan karena konsep politik yang secara ketat diturunkan dari konsep keagamaan (tidak ada pemisahan antara agama dan politik) kini mulai bergeser dengan dasar-dasar pertimbangan yang lebih rasional oleh berbagai kepentingan sosial dan ekonomi.

3. Patronase teknologi

Contohkanlah iklan televisi, dia hadir dalam bentuk kreativitas yang menjual dan kedua menyatakan keunggulan sebuah produk. Sebelum munculnya telephone seluler /HP, pilihan masyarkat menengah adalah telpone rumah (Telkom), dan sudah sangat beruntung jika masyarakat kebawahpun menggunakan telepone rumah tersebut. Selain telephone rumah tidak ada pilhan lain. Hanya masyarakat menengah keatas dan elite yang dapat memilih menggunakan telpone rumah atau HP atau bahkan kedua-duanya. Namun saat ini, hingga tukang becak sampai dengan exsekutif elite memiliki pilihan untuk menggunakan alat komunikasi tersebut.

Tidak ada yang salah dengan penggunakan alat komunikasi tersebut, artinya kita masyarakat modern memang semakin di mudahkan. Akan tetapi justru yang harus di perhatikan khususnya oleh masyarakat dan penguasa khusususnya adalah bagaimana mengkonsumsi alat sendiri dan bikinan sendiri dan tentunya ini akan menguntungkan negara sendiri. Bukan justru malah menguntungkan Negara-negara berkembang kapitalis seperti Amerika.

Suguhan-suguhan beberapa iklan yang setiap hari lewat dalam stasiun televisi ternyata telah menggiring masyarakat dalam sebuah konsumenristis pada sebuah produk yang justru sebenarnya mengajak mereka untuk mengkultus sebuah Negara kapitalis. Patrone (pengkultusan) tersebut bisa dilihat dalam salah satu iklan oli top one dengan simbol oli nomor satu Amerika. Sebenarnya bukan terletak pada oli mesin tersebut, justifikasi oli nomor satu Amerika seakan menunjukkan bahwa Amerika memiliki produk-produk yang unggul di bandingkan dengan negara lain.


4. Patronase dalam bidang pertanian

Meminjam kembali kerangka pemikiran Suryadi A Radjab (Praktek Culas Bisnis Gaya Orde Baru, 1999) terdapat paling tidak sepuluh faktor yang menyebabkan berkembangnya juga praktik patronase bisnis dalam bidang kelautan dan perikanan. (Baca juga: Achmad Ali, 1999) adalah sebagai berikut:

1. Dominasi negara dalam perekonomian yang ditandai oleh berkembangnya kalangan birokrat-politik/pejabat terutama militer, yang menyebabkan mereka mengembangkan kepentingannya sendiri (pribadi). Mereka tidak hanya bekerja secara profesional dalam bidang politik dan militer, akan tetapi meluas pada masalah bisnis. Akibatnya, menimbulkan kekaburan antara birokrasi, politik dan ekonomi di tangan birokrat-politik. Hal inilah yang mengakibatkan karakteristik politik dan birokrasi Indonesia menjadi tunduk pada kepentingan bisnis yang mereka bangun sendiri.

2. berkembangnya kepentingan-kepentingan pribadi yang mendorong kalangan birokrat-politik menggunakan akses negara (baca: proyek-proyek kelautan, kontrak pasir laut, lisensi kapal ikan, konsensi dan hak monopoli) untuk dibagi-bagikan kepada kelompok bisnisnya. Hubungan ini merupakan bentuk kolusi antara birokrat politik yang menguasai akses negara untuk kepentingan pribadinya dengan pengusaha yang membutuhkan akses untuk membangun kerajaan bisnisnya di sektor kelautan dan perikanan.

3. terjalinnya hubungan politik, birokrasi dan ekonomi yang diperuntukkan bagi kepentingan patronase bisnis, sehingga kekayaan negara (APBN dan perusahaan-perusanaan negara, BUMN) dipergunakan guna membiayai investasi mereka (birokrat yang berbisnis dengan pengusaha klien). Berawal dari sinilah kekayaan negara menjadi "sapi perah" mereka dalam membangun kerajaan bisnis dalam sektor kelautan dan perikanan serta memperkaya diri.

4. bobroknya kekuasaan negara dalam mencampuri dan mengatur perekonomian, sehingga menjadi rebutan kalangan birokrat politik. Umpamanya, mereka memanfaatkan peluang ini untuk menghegemoni perusahaan-perusahan swasta yang bergerak dalam bidang perikanan atau penambangan pasir laut. Penanaman modal dan perluasan usaha di sektor ini dapat berlangsung bukan karena kemampuan swasta dalam berinvestasi atau memenangkan kompetisi. Melainkan ditentukan oleh kekuatan hubungan kalangan swasta dengan birokrat politik yang menjadi patronnya dan memegang kekuasaan serta mempengaruhi kebijakan pembangunan di sektor itu.

5. perkembangan usaha sangat bergantung pada posisi patron-politik. Kalangan pengusaha akan berkembang pesat usahanya apabila patron-politiknya adalah pejabat yang berkuasa atau punya akses yang kuat terhadap lingkaran kekuasaan istana. Bila jabatan patronnya berakhir, maka berakhir pula usahanya. Bahkan, bila patronnya dijerat hukum (dipenjara), maka pengusaha klien ikut terseret atau dikorbankan sebagai tumbal sang patron. Dengan demikian yang mereka kejar dalam memupuk bisnis adalah untung sebesar-besarnya dalam tempo yang sesingkat mungkin.

6. dengan motif mengejar untung besar dalam tempo yang singkat itu mengakibatkan mereka berkepentingan untuk mempengaruhi penentuan proteksi tarif ekspor dan impor, penyusunan perundang-undangan seperti UU Perikanan yang baru No 31 Tahun 2004, UU Pengelolaan Sumberdaya Air, ataupun hak monopoli perdagangan komoditi hasil laut.

7. berhubung tidak adanya kepastian politik dalam hal bisnis di Indonesia, karena mudah jatuh dan digesernya sejumlah pejabat patron yang mengakibatkan juga bisnis mereka anjlok --, maka kalangan pengusaha dan investor tidak berkepentingan untuk berinvestasi dalam bisnis produktif jangka panjang terutama sektor riil perikanan. Hal ini disebabkan oleh ketergantungan kalangan pengusaha klien pada birokrat politik sehingga dunia usaha perikanan berada di tengah kerawanan politik. Dampaknya, usaha mereka tidak dapat membangun kepercayaan usaha (business confidence) untuk jangka panjang. Penyebabnya adalah sifat kebobrokan politik bisnis yang bergantung pada patron politik yang sewaktu-waktu akan jatuh (diganti).

8. rawannya mengembangkan usaha menjadikan posisi Indonesia sebagai negeri berisiko (country risk) tinggi. Jatuhnya patron politik tidak saja mengakibatkan runtuhnya kerajaan bisnis para pengusaha klien, akan tetapi usaha mereka berpeluang diambil alih oleh pihak yang berkuasa berikutnya.

9. dikuasai dan didirikannya perusahaan-perusahaan dagang ataupun konsultan oleh para pejabat dan politisi, yang lebih berorientasi untuk memperkaya diri. Moralitas mereka bukan diarahkan untuk menciptakan perusahaan yang maju dan tangguh, melainkan untuk memperkaya diri dan disembah-sembah. Bagi mereka yang penting adalah mendapatkan uang sebanyak mungkin tanpa menghiraukan bagaimana caranya semua itu diperoleh.

10. keterlibatan pejabat dalam bisnis yang kian memperluas kepentingan mereka. Mereka tidak saja melibatkan kroni bisnisnya, melainkan juga keluarganya. Keterlibatan mereka bukan karena mereka pengusaha profesional, justru mereka merupakan keluarga pejabat yang menguasai akses politik yang berkaitan dengan bisnis. Bahkan di antara mereka saling berebut untuk memperluas bisnis dengan watak yang rakus.

Prioritas
Kesepuluh faktor penyebab pola patronase bisnis inilah yang mengakibatkan sektor kelautan dan perikanan sulit berkembang. Problem perizinan palsu, illegal fishing, penambangan pasir ilegal dan rawannya keamanan di laut dan sebagainya tidak luput dari sulitnya mengatasi hal ini. Mengatasi hal ini harusnya menjadi fokus arahan visi pembangunan kelautan dan perikanan, prioritas Program 100 Hari dan satu tahun dari MenKP Kabinet Indonesia Bersatu.
Apabila, MenKP gagal mengatasi hal ini, maka pencabutan 141 izin kapal asing hanya bersifat temporer dan tidak menyelesaikan akar permasalahan yang sebenarnya.


C. KESIMPULAN

1. Dalam hubungan Patron-Klien dapat dimaknai dengan 2 batasan analisa antara lain :
a. Patron-Klien berfokus pada pertukaran yang tidak setara (Superior dan Inferior) dan didasarkan pada kepemilikan modal (pilihan rasional)
b. Patron-Klien berfokus pada criteria askripsi dalam system status masyarakat. Artinya bahwa apabila seseorang individu adalah bangsawan maka otomatis berstatus sebagai patron dan sebaliknya apabila individu adalah rakyat jelata/budak/bukan bangsawan maka ia berstatus klien.
2. Tujuan dasar dari hubungan Patron-Klien sebenarnya merupakan penyediaan jaminan sosila jika dalam kehidupan petani maka jaminan subsistansinya dan keamanan dari klien akan mempertimbangkan hubungannya dengan Patron akan menjadi tidak adil atau eksploitatif. Hubungan Patron-Klien ini akan langgeng apabila kedua belah pihak menemukan kesesuian dan manfaatnya.

3. Sebagai bentuk relasi antarmanusia dan antarkelompok manusia yang bersifat sosial-kultural, ternyata dalam kenyataannya, praktek patronase tak terlepas dengan kepentingan ekonomi dan politik. Melalui perlindungan yang diberikan, patron berharap mendapatkan dukungan ekonomi dan politik secara langsung. Namun demikian, jika tidak mendapatkan apa-apa yang bersifat ekonomi dan politik dari kliennya, maka patron tidak akan memberikan perlindungan apa pun.


DAFTAR PUSTAKA

1. (Penulis adalah peneliti CIDES Indonesia/Ocean Watch Institute, Jakarta).
2. Safrudin B.L.,2008,Dinamika Ikatan Patron-Klien (suatu tinjauan sosiologis).
3. Usman, Sunyoto. 2004. Sosiologi; Sejarah, Teori dan Metodologi. Yogyakarta: Center for Indonesian Research and Development [CIReD]. Cetakan Pertama.
4. Scott, James C. 1983. Moral Ekonomi Petani. Jakarta: LP3S. Cetakan Kedua.
5. Musafir Pababbari, 2010, Patronase Agama dalam kehidupan politik local (melemahnya nilai-nilai tradisional agama masyarakat)