Jumat, 16 Oktober 2009

MENGURAI / BEDAH KASUS BANK CENTURY

MENGURAI LAGI KASUS BANK CENTURY

Bogi Triyadi (Liputan 6)

16/09/2009 19:17

Pemberian bail out atau dana penyertaan oleh pemerintah kepada Bank Century yang membengkak hingga Rp 6,7 triliun dari semula hanya Rp 1,3 triliun terus menjadi bahan pembicaraan dan perdebatan seru. Bukan hanya di media massa, di kalangan para ahli, dan birokrasi pemerintahan, tapi juga di parlemen. Anggota Komisi Keuangan dan Perbankan (Komisi XI) DPR RI terus mempersoalkannya.

Natsir Mansyur mensinyalir tindakan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang juga Ketua Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) memberikan dana penyertaan ke Bank Century merupakan tindak pidana yang meliputi dua aspek yaitu politik serta hukum. "Jelas-jelas sudah dinyatakan sebagai bank gagal, kok masih diberi tambahan Rp 4,9 triliun. Ini sudah tindakan pidana," kata anggota Komisi XI DPR dari Partai Golkar itu.

Untuk itu, ia mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menonaktifkan Ketua KSSK. "Lebih bagus Ketua KSSK yang juga dijabat Menteri Keuangan harus dinonaktifkan dan hanya satu orang yang bisa, yaitu Presiden," ujar Natsir.

Namun menurut Menkeu, keputusan menyelamatkan Bank Century pada 21 November 2008 itu tidak bisa dinilai berdasarkan kondisi saat ini. Sebab ketika itu kondisi perbankan Indonesia dan dunia mendapat tekanan berat akibat krisis global. Keputusan KSSK saat itu untuk menghindari terjadinya krisis secara berantai pada perbankan yang dampaknya jauh lebih mahal dan lebih dasyat dari 1988. "Dengan meminimalkan ongkosnya dan dikelola oleh manajemen yang baik maka Bank Century punya potensi untuk bisa dijual dengan harga yang baik," ucap Sri Mulyani. Menkeu pun siap dipanggil Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) guna dimintai keterangan seputar pengambilan kebijakan penyelamatan bank yang memiliki aset sekitar Rp 10 triliun itu.

Menkeu menyebutkan hingga Juli 2009 bank hasil penggabungan PT Bank CIC Internasional, Bank Danpac, dan Bank Pikko itu sudah untung sebesar Rp 139,9 miliar. Bahkan, menurut Bank Indonesia, jika dilihat posisinya sejak Desember 2008 sampai Agustus 2009, ada kenaikan simpanan nasabah sebesar Rp 1,1 triliun.

Namun, pemberian dana peryertaan Century yang sekarang terus dipersoalkan membuat Menkeu cemas lantaran bisa berakibat buruk terhadap bank itu. "Isu panas atas penyehatan Century yang tak sesuai dengan fakta bukan mustahil bisa menjungkalkan kembali bank ini," tutur Sri Mulyani.

Kekhawatiran Menkeu setidaknya mulai terjadi. "Sejak Bank Century diributkan akhir-akhir ini, tolong tulis yang besar ya, dana pihak ketiga Bank Century turun Rp 431 miliar," ujar Deputi Gubernur BI Budi Rochadi di Gedung DPR/MPR, Jakarat, Rabu (16/9). "Coba, kalau kasus Century didiamkan saja, pasti kejadiannya tidak seperti itu. Itu sekarang salah siapa."

Selain besarnya dana penyertaan, hal lain yang dipersoalkan kenapa Bank Century tak ditutup kabarnya ada nasabah besar yang dilindungi. Kabarnya, nasabah besar itu memiliki dana sekitar Rp 1 triliun hingga Rp 2 triliun. Harry Azhar, anggota Komisi XI DPR, menyebut nasabah besar itu antara lain Budi Sampoerna. Paman Putera Sampoerna, mantan pemilik PT H.M. Sampoerna itu disinyalir punya dana sebesar Rp 1,8 triliun di Century.

Munculnya Budi Sampoerna turut menyeret Komisaris Jenderal Susno Duadji. Isu tidak sedap merebak di kalanggan anggota dewan. Kepala Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polri itu disebut-sebut dalam proses pencairan dana Budi Sampoerna. Keterlibatan Susno, seperti ditulis Majalah Tempo, terlihat dari dikeluarkannya surat Badan Reserse Kriminal pada 7 serta 17 April 2009. Surat itu menyatakan dana milik Budi Sampoerna dan 18 juta dolar AS milik PT Lancar Sampoerna Bestari di Bank Century "sudah tak ada masalah lagi".

Selain itu, Susno turut memfasilitasi beberapa pertemuan direksi Century dengan pihak Budi di kantor Bareskrim. Pertemuan itu menghasilkan dua kesepakatan. Salah satunya soal persetujuan pencarian dana senilai 58 juta dolar AS-dari total Rp 2 triliun-milik Budi atas nama PT Lancar Sampoerna Bestari. Kesepakatan lainnya, pencairan dilakukan dalam rupiah. Atas upaya tersebut, Susno dikabarkan dijanjikan oleh Lucas, kuasa hukum Budi, komisi 10 persen dari jumlah uang Budi yang akan cair.

Soal komisi 10 persen itu dibantah Susno. "Boro-boro dapat itu," ucap Susno. "Ongkos saya ke luar negeri untuk mendapatkan aset-aset Robert (Tantular, pemilik Bank Century) saja belum diganti. Bantahan serupa juga dikatakan Lucas. "Maksudnya fee? Enggak ada sama sekali. itu fitnah," tegas Lucas seperti ditulis Majalah Tempo.

***

Wakil Presiden Jusuf Kalla menyebut ada perkara kriminal di Bank Century sehingga tidak layak diselamatkan. Menurut Wapres, masalah yang dihadapi Bank Century bukan lantaran krisis global. Melainkan karena pemiliknya yaitu Robert Tantular merampok dana bank sendiri. "Masalah (Bank) Century itu bukan masalah karena krisis, masalah perampokan, kriminal. Karena pengendali bank ini merampok dana bank sendiri dengan segala cara termasuk obligasi bodong," ujar Wapres Kalla.

Karena itu, Wapres Kalla lalu memerintahkan polisi menangkap Robert Tantular serta direksi Bank Century. Dia khawatir Robert dan direksi Bank Century melarikan diri. "Saat itu juga saya telepon (Kepala Polri Jenderal Bambang Hendarso Danuri), Robert Tantular dan direksi yang bertanggung jawab ditangkap dalam dua jam," kata Kalla.

Menurut Arif Havas Oegroseno, Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Luar Negeri, seperti dimuatMajalah Tempo, modusnya yaitu pemilik Bank Century membuat perusahaan atas nama orang lain untuk kelompok mereka. Lantas, mereka mengajukan permohonan kredit. Tanpa prosedur semestinya serta jaminan yang memadai, mereka dengan mudah mendapatkan kredit. "Bahkan ada kredit Rp 98 miliar yang cair hanya dalam dua jam," kata Arif. Jaminan mereka, tambahnya, hanya surat berharga yang ternyata bodong.

Robert sendiri sudah divonis penjara empat tahun serta denda Rp 50 miliar oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, 10 September lalu. Vonis ini jauh lebih rendah dibanding tuntutan jaksa yakni delapan tahun penjara. Karena itu, Kejaksaan Agung langsung mengajukan banding atas putusan tersebut. Alasannya, majelis hakim hanya mengenakan pada satu dakwaan dari tiga dakwaan yang diajukan jaksa penuntut umum.

Tiga dakwaan tersebut pertama, Robert dianggap menyalahgunakan kewenangan memindahbukukan dan mencairkan dana deposito valas sebesar 18 juta dolar AS tanpa izin sang pemilik dana, Budi Sampoerna. Kedua, mengucurkan kredit kepada PT Wibowo Wadah Rejeki Rp 121 miliar dan PT Accent Investindo Rp 60 miliar. Pengucuran dana ini diduga tak sesuai prosedur. Dakwaan yang ketiga adalah melanggar letter of commitmentdengan tidak mengembalikan surat-surat berharga Bank Century di luar negeri dan menambah modal bank. Perbuatan Robert dan pemegang saham lain berbuntut pada krisis Bank Century yang berujung pada pengucuran dana talangan Rp 6,7 triliun.

Selain Robert, mantan Direktur Utama Bank Century, Hermanus Hasan Muslim, juga sudah divonis tiga tahun penjara dengan denda Rp 5 miliar. Sedangkan mantan Direktur Treasur Bank Century Laurence Kusuma divonis tiga tahun penjara dan denda Rp 5 miliar. Tersangka lainnya adalah Hesman Al Waraq Talaat dan Rafat Ali Rizvi. Dua pemegang saham Bank Century ini juga dipersangkakan dalam tindak pidana pencucian uang.

Polisi turut menetapkan Dewi Tantular selaku Kepala Divisi Bank Note Bank Century sebagai tersangka. Dewi kini masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). Dua tersangka lainnya adalah Linda Wangsa Dinata, selaku pimpinan KPO Senayan, dan Arga Tirta Kiranah, Kadiv legal Bank Century. Keduanya kini dalam proses penyidikan.

Kini, pemerintah terus memburu aset Robert Tantular dan pemegang saham lainnya di luar negeri dengan membentuk tim pemburu aset. Tim ini beranggotakan staf Departemen Keuangan, Markas Besar Polri, Bank Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan, Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan, Departemen Luar Negeri, Kejaksaan Agung, serta Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Sejauh ini, kata Arif Havas Oegroseno, Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Luar Negeri, tim sudah berhasil menelusuri aset itu di 13 yurisdiksi. Namun, dia enggan membeberkan secara detail lokasi yurisdiksi tersebut. Sebab jika lokasi aset itu dibuka, pemiliknya akan cepat-cepat menggugat banknya, seperti yang terjadi di Hongkong.

Untuk di dalam negeri, jumlah aset yang disita polisi terkait kasus tindak pidana perbankan di Bank Century sebesar Rp 1,191 miliar. Sementara di luar negeri, polisi berhasil menemukan dan memblokir aset milik Robert Tantular senilai 19,25 juta dolar AS atau setara Rp 192,5 miliar. Uang sebesar itu antara lain terdapat di USB AG Bank Hongkong senilai 1,8 juta dolar AS, PJK Jersey sejumlah 16,5 juta dolar AS, dan British Virgin Island (Inggris) sebesar 927 ribu dolar AS.

Selain itu, polisi juga menemukan dan memblokir aset Hesham Al Waraq Talaat serta Rafat Ali Rizvi senilai Rp 11,64 triliun. Aset itu tersebar di UBS AG Bank sejumlah 3,5 juta dolar AS, Standard Chartered Bank senilai 650 ribu dolar AS dan sejumlah SGD 4.006, di ING Bank sebesar 388 ribu dolar AS.(*dari berbagai sumber/VIN)

KASUS BANK CENTURY, PENGAWASAN BI LEMAH?

Artikel Terkait:
• Menkeu: Transaksi Pemilik Saham BCIC Harus Dihentikan
• Pemerintah Intensif Awasi Perbankan
• Polri Siap Bantu Kejar Pemegang Saham Bank Century
• BERITA FOTO: Tarik Uang Tunai di Bank Century
• Bank Century Masih Evaluasi


SELASA, 25 NOVEMBER 2008 | 17:11 WIB
JAKARTA, SELASA - Kasus Bank Century mencerminkan lemahnya pengawasan Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral terhadap bank-bank umum. "Masalah Bank Century bukan hanya soal administrasi, tetapi soal lemahnya BI," kata Wakil Ketua Panitia Anggaran DPR RI Harry Azhar Azis di Gedung DPR/MPR Jakarta, Selasa (25/11).

Sesuai ketentuan, kata Harry, bank-bank umum mendapat pengawasan ketat dari bank sentral. "Seharusnya kasus seperti ini sudah bisa diketahui tiga bulan sebelumnya," katanya.
Lemahnya pengawasan juga terjadi pada bank Indover. Dia berharap mekanisme pengawawan bank sentral terhadap bank-bank umum ditingkatkan agar kasus kedua bank tersebut tidak terjadi pada bank lain dan masyarakat dapat terhindar dari kerugian.
Kasus Bank Indover telah dilaporkan Deputi Senior BK Miranda Goeltom kepada Ketua DPR Agung Laksono, akhir Oktober 2008. Inti laporan itu adalah etrjadinya pembekuan operasi Bank Indover oleh Bank Sentral Belanda (DNB) pada Oktober 2008.
Bank Indover mengalami kesulitan likuiditas akibat penurunan secara drastis "money market line" sebagai dampak gejolak pasar keuangan global.
Agung laksono mengakui, BI sebagai pemegang 100 pesren saham Bank Indover telah meminta pendapat DPR. Pada intinya, DPR tidak keberatan apabila BI selaku pemilik melakukan langkah-langkah untuk menangani permasalahan Bank Indover.
Namun diingatkan agar langkah yang akan ditempuh BI tetap memeprhatikan dan tidak bertentangan dengan ketentuan yang berlaku. Agung mengemukakan, perlu dilakukan investigasi atas kasus Bank Indover dan siapapun yang terlibat dalam pelanggaran hukum harus ditindak.
DPR memahami keputusan BI untuk tidak menyelematkan Bank Indover agar BI tidak menanggung resiko hukum di kemudian hari, sebagaimana kasus BLBI yang belum tuntas.





Sun, 12/07/2008 - 17:47 — Nikkentobi
Di pekan ini, cerita bank Century memasuki bab baru yang lebih menakutkan dari cerita horor. Ternyata selama ini, Bank Century dalam operasinya juga melakukan penjualan reksadana padahal bank ini tidak mempunyai perizinan untuk menjual Reksadana. Ketika saya cek ke situs Bapepam, Bank Century tidak terdaftar sebagai APERD (Agen Penjual Efek Reksa Dana).
Kisah seram ini lalu ternyata berkembang menjadi lebih menyeramkan lagi. Salah satu reksadana yang dijual oleh Bank Century merupakan reksadana 'bodong', alias reksadana yang dibuat tanpa seizin Bapepam. Reksadana yang bermasalah ini dijual dengan nama Investasi Dana Tetap Terproteksi dan dikeluarkan oleh PT. Antaboga Delta Sekuritas. Hebatnya lagi, produk ini kabarnya sudah dijual sejak tahun 2001. Kini dikabarkan bahwa bahwa Rp 1 Triliun - Rp 1,5 Triliun milik nasabah bank Century terkena masalah seputar produk ini.
Jika teman-teman pembaca berpikir bahwa cerita ini berakhir di sini, maka anda salah besar, karena masih ada sisi menarik lainnya. Per 30 September 2008, PT. Antaboga Delta Sekuritas tercatat sebagai salah satu pemegang saham terbesar Bank Century (dengan total kepemilikan 7,44%).
-----oOo-----

Cerita perkembangan terbaru Bank Century ini mengundang begitu banyak pertanyaan.
Yang pertama adalah bagaimana bisa sampai terjadi sebuah bank menjual reksadana tanpa mempunyai izin sebagai Agen Penjual Reksadana (APERD)? Bagaimana pertanggung-jawaban Bapepam sebagai badan PENGAWAS Pasar Modal dan Lembaga Keuangan dalam hal ini? Bagaimana juga dengan pertanggung-jawaban BI sebagai PENGATUR dan PENGAWAS Bank? (Adegan berikutnya kemungkinan besar adalah acara saling tuding menuding dan lempar tanggung jawab antara kedua badan ini).
Pertanyaan kedua yang amat mengganggu adalah mengapa suatu produk reksadana 'bodong' tanpa izin bisa lolos dari pengawasan Bapepam, padahal seperti yang dikabarkan, produk tersebut sudah dijual sejak lama (2001)?
Pertanyaan lainnya yang saya rasa timbul di kepala banyak orang adalah, apakah dalam hal ini posisi PT. Antaboga sebagai salah satu pemegang saham utama Bank Century mempunyai andil dalam timbulnya kasus ini? Mungkin tidak sedikit yang akan berpendapat IYA. Jika kasusnya adalah demikian, bagaimana dengan potensi terjadinya kasus yang sama di bank-bank lain?
Dalam krisis finansial di tahun 97, terkuak fakta bahwa bank-bank seringkali hanya dieksploitasi oleh pemiliknya untuk mendukung anak usahanya yang lain. Pada akhirnya, yang menanggung malpraktek ini adalah nasabah bank. Kasus Bank Century ini meskipun berbeda dalam prakteknya, tetapi mempunyai 'aroma' yang sama. Pertanyaan terbesarnya kini adalah apakah kasus Bank Century ini unik (cuma satu) ataukah justru merupakan cerminan kondisi sektor perbankan?
-----oOo-----

Dengan begitu banyaknya pertanyaan yang mengganggu, bagaimana harusnya seorang investor Reksadana di Indonesia bertindak?
Belajar dari kasus Bank Century ini, maka sebelum berinvestasi di suatu reksadana, ada baiknya kita:

I. Memeriksa apakah tempat kita membeli reksadana tersebut terdaftar sebagai APERD (Agen Penjual Efek Reksadana).
Dari situs Bapepam, daftar Agen Penjual Reksadana yang terdaftar (per saat artikel ini ditulis) adalah:
1. PT Bank CommonWealth
2. American Express Bank Ltd.
3. PT Bank Niaga
4. Deutsche Bank AG
5. PT Bank DBS Indonesia
6. PT Bank Internasional Indonesia (BII)
7. PT Bank Mandiri (Persero) Tbk
8. PT Citibank NA Cabang Indonesia
9. Standard Chartered Bank Indonesia
10. PT ABN AMRO Bank (yang sekarang tampil dengan nama baru RBS)
11. PT BRI (Persero) Tbk
12. PT Bank Buana Indonesia TBK (sekarang lebih dikenal dengan nama UOB Buana)
13. Bank Permata Tbk
14. PT HSBC Ltd
15. PT Bank Lippo Tbk
16. PT Bank Danamon Tbk
17. PT Bank Bukopin Tbk
18. Bank BCA Tbk
19. Bank NISP Tbk
20. PT Bank Mayapada Internasional Tbk
21. PT Victoria Internasional Tbk
22. PT Bank SinarMas
23. PT Bank Pan Indonesia Tbk
24. PT Bank Mega Tbk
25. PT Bank Syariah Mandiri
26. PT Bank Bumiputera Indonesia Tbk
27. PT BNI (Persero) Tbk
Jika selama ini anda membeli Reksadana tidak langsung dari Pengelola Reksadana tersebut, melainkan melalui agen penjual, periksalah apakah tempat anda membeli Reksadana masuk dalam daftar di atas. Jika tidak, ada baiknya diselidiki lebih lanjut.
PS: Sekali lagi saya ingatkan bahwa data di atas adalah data yang saya dapatkan di situs Bapepam pada saat artikel ini ditulis. Jika anda membaca artikel ini dalam kurun waktu yg lama setelah artikel ini ditulis, ada baiknya dikonfirmasikan kembali di situs Bapepam.

II. Memeriksa apakah reksadana yang kita beli telah terdaftar dan memiliki izin dari Bapepam LK
Ini bisa dilakukan melalui situs Bapepam. Link yang saya temukan ada dua:
1. http://www.bapepamlk.depkeu.go.id/reksadana/
2. http://www.bapepam.go.id/e-monitoring/Default.asp
Sayangnya, saat ini keduanya sedang down karena ada pengembangan sistem dan aplikasi baru. Sementara sistem online ini masih diperbaiki, mungkin pilihan yang tersisa adalah dengan konfirmasi langsung ke Bapepam (per telpon).

III. Ada baiknya juga mengkonfirmasi apakah orang yang menjual Reksadana kepada anda memiliki izin sebagai Wakil Perusahaan Efek ataupun Wakil Agen Penjual Efek Reksadana (WAPERD)
Berdasarkan Peraturan Nomor V.B.2 (2006) tentang Perizinan Wakil Agen Penjual Efek Reksa, ditetapkan bahwa:
Untuk mencegah terjadinya kekeliruan penyampaian informasi dalam memasarkan produk Reksa Dana, maka penjualan Efek Reksa Dana hanya dapat dilakukan oleh orang perseorangan yang memiliki izin sebagai Wakil Perusahaan Efek ataupun Wakil Agen Penjual Efek Reksadana (WAPERD)
Ini ditekankan lagi dalam Peraturan Nomor V.B.3 (2006) tentang Pendaftaran Agen Penjual Efek Reksa Dana bahwa:
Pegawai Agen Penjual Efek Reksa Dana yang melakukan penjualan Efek Reksa Dana wajib memiliki izin orang perseorangan sebagai WAPERD
Tidak ada salahnya memastikan bahwa orang yang melayani pembelian reksadana anda selama ini memiliki izin WAPERD untuk menghindari adanya informasi yang tidak akurat karena kurangnya kualifikasi orang tersebut.

IV. Jangan lupa untuk : BACA, BACA dan BACA KEMBALI prospektus reksadana yang diterima.
Ingat, pada akhirnya, yang bertanggung jawab atas uang kita adalah kita sendiri. Membaca prospektus dengan teliti adalah sesuatu yang wajib dilakukan oleh setiap investor.

Demikian makalah ini dibuat untuk dapat dijadikan referensi , untuk atensinya diucapkan terima kasih.

Jakarta, 16 Oktober 2009

IKA KURNIATI
NPM : 27209035 / KELAS : 4 EB 15

Tidak ada komentar:

Posting Komentar