Kamis, 21 Oktober 2010

SOSPOL

1. Apa perbedaan dari pola hidup masyarakat yang terstratifikasi ?

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
stratifikasi sosial (social stratification) atau Pelapisan sosial adalah pembedaan atau pengelompokan para anggota masyarakat secara vertikal (bertingkat).

perbedaan dari pola hidup masyarakat yang terstratifikasi :
a. Berdasarkan ukuran kekayaan
Kekayaan (materi atau kebendaan) dapat dijadikan ukuran penempatan anggota masyarakat ke dalam lapisan-lapisan sosial yang ada, barang siapa memiliki kekayaan paling banyak mana ia akan termasuk lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial, demikian pula sebaliknya, barang siapa tidak mempunyai kekayaan akan digolongkan ke dalam lapisan yang rendah. Kekayaan tersebut dapat dilihat antara lain pada bentuk tempat tinggal, benda-benda tersier yang dimilikinya, cara berpakaiannya, maupun kebiasaannya dalam berbelanja.
b. Ukuran kekuasaan dan wewenang
Seseorang yang mempunyai kekuasaan atau wewenang paling besar akan menempati lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial dalam masyarakat yang bersangkutan. Ukuran kekuasaan sering tidak lepas dari ukuran kekayaan, sebab orang yang kaya dalam masyarakat biasanya dapat menguasai orang-orang lain yang tidak kaya, atau sebaliknya, kekuasaan dan wewenang dapat mendatangkan kekayaan.
c. Ukuran kehormatan
Ukuran kehormatan dapat terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan atau kekuasaan. Orang-orang yang disegani atau dihormati akan menempati lapisan atas dari sistem pelapisan sosial masyarakatnya. Ukuran kehormatan ini sangat terasa pada masyarakat tradisional, biasanya mereka sangat menghormati orang-orang yang banyak jasanya kepada masyarakat, para orang tua ataupun orang-orang yang berprilaku dan berbudi luhur.
d. Ukuran ilmu pengetahuan
Ukuran ilmu pengetahuan sering dipakai oleh anggota-anggota masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Seseorang yang paling menguasai ilmu pengetahuan akan menempati lapisan tinggi dalam sistem pelapisan sosial masyarakat yang bersangkutan. Penguasaan ilmu pengetahuan ini biasanya terdapat dalam gelar-gelar akademik (kesarjanaan), atau profesi yang disandang oleh seseorang, misalnya dokter, insinyur, doktorandus, doktor ataupun gelar profesional seperti profesor. Namun sering timbul akibat-akibat negatif dari kondisi ini jika gelar-gelar yang disandang tersebut lebih dinilai tinggi daripada ilmu yang dikuasainya, sehingga banyak orang yang berusaha dengan cara-cara yang tidak benar untuk memperoleh gelar kesarjanaan, misalnya dengan membeli skripsi, menyuap, ijazah palsu dan seterusnya.

2. Jalaskan teori yang terdapat dalam struktur sosial masyarakat saat ini :

a. Teori Ekonomi Ganda (Dualistic Economics)
Teori ini merupakan teori klasik yang ditemukan oleh Dr.J.H.Boeke (1953), yang menyatakan bahwa dari sudut ekonomi-masyarakat ditandai atas tiga unsur penentu yaitu: jiwa sosial (social spirit), bentuk-bentuk organisasi dan teknik-teknik yang mendukungnya. Ketiga unsur saling berkaitan yang kemudian menentukan corak masyarakat yang ada dalam bentuk sistem sosial, gaya sosial, atau iklim sosial yang bersangkutan. Tidak ada satu bentuk yang dominan (homogen), masing-masing sistem memiliki pengaruh dalam masyarakat sehingga terjadi masyarakat ganda (dual) atau jamak (plural society). Gaya hidup masyarakat dikenal pola perkembangan linear dalam bentuk pola peralihan misalnya dari masyarakat pra kapitalis (pre-capitalism) yang kemudian dipisahkan dengan kapitalisme awal (early capitalism) yang tidak menonjol bersama-sama.
Dalam teori masyarakat ganda, biasanya ada salah satu sistem sosial yang menonjol atau dikatakan yang termaju, sistem itu biasanya “di-impor” dari luar masyarakat yang bersangkutan. Boeke merupakan ahli Indonesia (Indonesianis) yang mengamati perkembangan masyarakat sejak lama dan kasus kajian Indonesia merupakan daerah perkembangan masyarakat ganda yang paling menarik. Dapat ditarik kesimpulan bahwa sifat ganda adalah akibat pertarungansistem masyarakat impor dengan system local, yang sebetulnya tidak hanya terbatas pada system kapitalis tetapi juga system sosialis atau bahkan komunis. Menurut Boeke, teori masyarakat ganda sebenarnya berasal dari tiga ekonomi yang menjadi satu:
1) Teori masyarakat Pra-Kapitalis, yang biasanya disebut ekonomi primitive
2) Teori masyarakat Kapitalis atau teori masyarakat sosialis
3) Teori ekonomi dari hubungan antara dua sistem yang berbeda dalam satu lingkaran masyarakat yang biasanya disebut ekonomi ganda, yang menunjukkan adanya gabungan teori sistem masyarakat secara keseluruhan.
Konsepsi masyarakat ganda telah ditolak oleh Mk.Gandhi, menurutnya India kalah dengan Inggris karena menerima kapitalisme. Oleh karena itu India menolak kapitalisme, kereta api menjadi setan, karena ia membawa wabah penyalit, kelaparan serta memancing sifat jahat manusia menyebabkan manusia jauh dari sifat suci. Pikiran MK Gandhi tidak bersifat ganda, tetapi ia menganjurkansupaya kapitalisme dibasmi sampai akarnya menjadi kebudayaan timur; hidup sederhana dan berpikir luhur.
Di Indonesia sejak awalnya, pola berpikir yang hidup adalah versi cendikiawan barat oleh karena itu orang timur yang objektif untuk membangun masyarakat timur. Pendekatan ekonomi barat berbeda dengan ekonomi timur, dilingkungan masyarakat barat berlaku pola hubungan ekonomi yang sangat rasional, sedangkan ditimur orang mudah terpuaskan dan orang berusaha menikmati waktu senggangnya. (1) Filsafat timur diakui sebagai system social ekonomi tersendiri (2) Jawa berbeda dengan pulau-pulau lainnya (3) Pembedaan Barat-Timur murni berasal dari system ekonominya, bukan dari system politiknya (4) Dua kaidah teori ekonomi barat dikatakan tidak berlaku untuk masyarakat timur.
Menurut Boeke, pertarungan pengaruh dua system ekonomi itu bersifat abadi atau tidak berubah dalam waktu yang lama. Masyarakat desa sukar menyesuaikan diri membawa dua akibat pokok yaitu utang kepada pemodal dan tercapainya kepadatan penduduk yang terjadi secara alamiah. Kebiasaan utang dikalangan penduduk pada masa pra kapitalis ternyata membuat mereka tidak mampu lagi memenuhi kebutuhannya sendiri, sehingga menyangkut hak jual beli, keuntungan, organisasi usaha pertanian dan lain-lain. Desa akan menjadi “jatuh miskin”, kondisinya terbelit dalam system masyarakat kapitalis kota yang menghisap sumber kekayaan alam manisia desa.
b. Teori Mentalitas
Koentjoroningrat hamper memiliki konsep serupa seperti apa yang dikemukakan olah Boeko (Koentjoroningrat, 1969:11):
Even if perhaps we don’t wish to go along with his pessimism, and don’t want to pose that the Indonesian peasantry will never advance their economy, still we mast admit that the mantal attitude like those submitted by Boeke, up to a certain point, indeed exist in the Indonesian population.
Hambatan itu terjadi karena factor mentalitas petani di Indonesia tidak pernah dapat merespons konsepsi pembangunan secara tepat. Dengan mengambil kerangkan pemikiran Antropolog AL Kroeber dan C Kluckhon (1952), dibuat lima dasar dalam hidup yang menentukan orientasi nilai budaya manusia.
Mentalitas petani memeiliki kelemahan substansial untuk menghayati masalah dasar dalam kehidupannya, yaitu meliputi Hakikat Hidup (MH), Hakikat Karya (HK), persepsi Manusia tentang Waktu (MW), pandangan manusia terhadap alam (MA) dan Hakikat hubungan antara manusia dengan sesamanya (MM). menurut Koentjoroningrat, mantalitas pembangunan sangat diperlukan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam kegiatan program pembangunan (Koentjoroningrat, 1982). Sehingga antara konsepsi masyarakat ganda dari Boeke dan mentalitas pembangunan Koentjoroningrat memiliki kesetaraan, karena masing-masing melihat bahwa mental petani desa tidak atau belum sesuai dengan rasionalitas pola pikir kehidupan kota (mentalitas barat).
Kebudayaan timur dinyatakan tidak menonjolkan individualisme-nya yang sangat berguna untuk peningkatan dasar rasionalitas menuju kemajuan. Di Timur sangat menonjol sifat kegotong-royongan, terutama terwujud dalam sikap hidup dan nilai-nilai social budaya. Orang barat hanya hidup dalam lingkungan karib ketika masih anak-anak, tetapi mereka segera melepaskan diri ketika sudah menginjak remaja. Orang Timur tidak demikian, lingkungan karib ini terlalu lama melingkupi individu, sehingga menurut hematnya mereka tidak memiliki sikap hidup yang gigih dan berorientasi kepada kemajuan pribadi.
c. Plural Societies
Konsep ini lebih menitikberatkan dari berlakunya teori ‘social stratification’ yang kemudian dikembangkan dalam modelnya yang amat beragam dan bertumpang tindih.
Sistem ini akan melahirkan fenomena adanya perakitan dengan konsep sosiologi tentang adanya kekauatan yang dating dari power, privilege dan prestige sosial. Konsep ini kemudian dinamai multiple hierarchy (model susun hierarki jamak), yaitu beragamnya sistem social yang berlaku di masyarakat, bersifat horizontal sekaligus juga vertikal.
Dalam pembahasan konsep masyarakat jamak (plural society) tampaknya konsep multiple hierarchy model menjadi acuan yang digunakan oleh berbagai pakar untuk menggambarkan bagaimana masyarakat di Asia Tenggara memiliki dinamika khusus yang berbeda dengan masyarakat dibelahan dunia lain (Masyarakat Eropa, Amerika, dan Afrika).
Menurut J.F. Furnifall (dalam Hans Dieter Evers, 1980:86-96), masyarakat plural yang digambarkannya berasal dari beragamnya tingkat kemampuan ekonomi produktif (plural economy), sehingga membuat disparatis dalam distribusi pendapatan masyarakat. Selanjutnya untuk mengatasi masalah kemajemukan masyarakat yang berimplikasi kepada dinamika perubahan masyarakat di asia, maka disarankan adanya unsur-unsur yang perlu dipertimbangkan dalam proses pembangunan.
Pluralisme memang menjadi beban bagi pemerintahan Negara berkembang yang berada di Asia. Pembangunan yang direncanakan butuh pendekatan khusus, dengan pertimbangan lebih spesifik. Sebab sejauh ini masalah yang bisa timbul dari pluralisme masyarakat adalah ledakan perpecahan yang dahsyat yaitu dis-integrasi sosial.
d. Loosely Struktured Social System
Hilangnya stuktur sistem social dalam masyarakat asli, terlihat dalam indicator perilaku social yang meliputi berbagai hubungan antara berbagai lembaga-lembaga tradisional yang ada dalam susunan masyarakat. Tentunya akan memberi warna cukup spesifik dalam perilaku anggota masyarakat; bagaimana hubungan antara orang tua dengan anak, hubungan antara berbagai lapisan masyarakat yang terbentuk secara foedal-tradisional.
e. Involusi
Pemikiran tentang involusi pertanian adalah merupakan sejarah social ekonomi di Pulau Jawa yang secara sistematis menjelaskan kesulitan-kesulitan pemerintah Indonesia ketika mulai lepas landas kepertumbuhan ekonomi yang berlanjut atau lebih dikenal sebagai sustained economic growth (1983).
Involusi sendiri diambil dari istilah Antropologi yang diperoleh dari Alexander Goldenweiser, yang dipakai untuk melukiskan pola kebudayaan yang sudah mencapai bentuk yang pasti tidak berhasil menstabilisasikannya atau mengubahnya menjadi suatu pola baru, tetapi terus-menerus berkembang ke dalam sehingga semakin rumit.
Konsekuensi adanya involusi pertanian adalah:
1) Konsekuensi dari adanya involusi usahatani, ialah bahwa tingkat produktivitas tidak menaik (bahkan turun) mendorong pembagian rezeki kepada pembagian tingkat nafkah yang rendah bagi semua.
2) pengertian involusi dapat diperluas pada satuan usaha lain (bukan pertanian saja), bahkan seluruh sector kehidupan, misalnya perdaganganindustri rumah tanggakarena keuntungan masing-masing produksi menjadi semakin kecil.
3) akibat dari involusi ini adalah telah menjalar pada bidang-bidang lain; pada pelapisan masyarakat desa, hubungan keluarga, bahkan pada pola kepercayaan dan lain-lain.
4) tulisan Geertz dapat untuk perbandingan dengan tulisan lain yang memiliki kesetaraan dalam memandang, proses terjadinya kemiskinan di desa. Contah Ekonomi Subsistensi (James C. Scott, 1976), yang mempersoalkan kehidupan secukup hidup para petani, atau lebih popular disebut sebagai reaksi menghadapi krisis subsistensi.
5) Modernization, Industrialization dan Pembangunan
f. Konsepsi
Modernization, Industrialization dan Pembangunan (Modernization, Industrialization and development), merupakan tipologi pola pengembangan teori yang cukup berbeda. Modernisasi adalah suatu proses trasformasi besar masyarakat, suatu perubahan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat, istilah yang paling spektakuler dalam suatu masyarakat meliputi perubahan teknik-teknik produksi dari cara-cara tradisional ke cara-cara modern (J.W.Schoorl, 1982:1). Gejala modernisasi adalah meliputi segala-galanya, sehingga tidak dapat diputuskan hanya sebagai satu bidang masalah ilmiah saja, tetapi menjadi urusan dari segala bidang keahlian saja, karena modernisasi telah menjadi seluruh proses. Konsep-konsep pembangunan sangat tergantung dari kekuatan masyarakat dalam menerima konsep modernisasi dan industrialisasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar